38 Tahun Pengusaha Asal Lampung Rampas Hak Tanah Lima Keturunan Bandar Dewa

MEDIAPUBLIKA.com – Keluarga lima (5) keturunan Bandar Dewa telah secara resmi menggugat Kementerian Agraria dan BPN Tulang Bawang Barat. Upaya tersebut untuk membatalkan putusan perpanjangan HGU dari PT HIM di Tubaba ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung.

Untuk mengetahui secara langsung kondisi kehidupan sehari-hari keluarga lima keturunan Bandar Dewa yang terdampak akibat perampasan tanah adat yang dilakukan oleh PT HIM salah satu anak perusahaan milik pengusaha asal Lampung Aburizal Bakrie, Achmad Sobrie Juru bicara sekaligus kuasa lima (5) keturunan Bandar Dewa mengajak wartawan media keberapa tempat diantaranya bertandang kerumah salah satu pilar keluarga lima keturunan, Nurimah (71), Selasa, (7/9/2021) kemarin.

Kisah Sosok Nurimah adalah gambaran dari banyak anggota keluarga lima keturunan Bandar Dewa lainnya yang terpaksa harus menjalani kehidupan nyaris serupa. Beberapa fakta dan data yang berhasil dihimpun dari lapangan banyak temuan-temuan yang mengejutkan, namun tidak bisa penulis beberkan disini karena menyangkut fakta persidangan.

Berikut laporan dari sisi sosial yang mendampak langsung kehidupan korban perampasan tanah adat lima keturunan Bandar Dewa.

Ditinggalkan Rejumin, gelar Tuan Raja Sebuway yang meninggal pada tahun 1984 silam setahun setelah tanah adat keturunannya dicaplok PT HIM pada 1983 tanpa kompensasi apapun, adalah awal dari kehidupan berat yang harus dilewati Nurimah demi menghidupi keenam anaknya. Kini, Dua anaknya sudah hidup mandiri.

Dalam kondisi tidak memiliki lahan garapan pribadi, Nurimah yang tidak memiliki Ilmu pendidikan dan kepandaian lain selain bercocok tanam terpaksa harus menjalani hidup berpindah-pindah tempat. Terakhir ia bersama keempat anaknya menetap di rumah bilik bambu sederhana di Termodadi Kota Bumi Selatan, Lampung Utara, itupun milik salah satu menantunya.

Jangankan untuk memberikan pendidikan formal yang layak untuk anak-anaknya, untuk sekedar bertahan hidup saja hingga kini diusia senjanya Nurimah terpaksa harus menggantung hidup kepada keempat anaknya yang sampai sekarang tetap menjadi buruh koret dan buruh harian penyadap karet di kebun orang lain dengan penghasilan tidak menentu karena tergantung iklim.

“Menyadap karet di kebun orang lain sistem bagi hasil tergantung musim, sama buruh koret. Kalau musim hujan ngoret seminggu dua hari, penghasilan 50 ribu seharinya,” kata Nurimah.

Sementara, Sulaiman anak sulung Nurimah, saat ini tengah menderita stroke selama kurang lebih 4 tahun belakangan. Pria kelahiran tahun 1969 yang tampak terlihat jauh lebih tua dari usianya itu, melalui Sobrie berharap tanah adat keturunannya yang dipakai semena-mena oleh PT HIM bisa kembali.

“Saya bersyukur ada orang yang baik hati seperti saudara saya Om Sobrie yang mau peduli dengan keadaan kami, Insya Allah kita pasti menang (di PTUN),” tuturnya.

Kepada Nurimah dan keluarga Achmad Sobrie berpesan agar senantiasa bersama dan terus berdoa agar segala upaya hukum yang diinisiasi nya tersebut berjalan dengan lancar serta diridhoi oleh Allah SWT.

“Bersabarlah, jangan lupa sholat dan terus berdoa,” pesannya.

Diketahui, Sindikat atau mafia tanah di negeri ini merupakan kumpulan orang-orang serakah yang tak peduli korbannya mendadak miskin karena kehilangan hak atas tanah dan bangunan.

Maklum, mereka adalah golongan manusia yang tidak punya standar moral.

Namun hal tersebut rupanya sudah terbaca dengan baik oleh Presiden Jokowi yang dalam beberapa kesempatan tegas memerintahkan jajarannya untuk memberantas mafia tanah dan bekingnya.

Semoga, negara benar-benar hadir dalam sidang pembatalan putusan perpanjangan HGU PT HIM di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung yang akan dimulai perdana besok, Rabu (8/9/2021). Diketahui, sejak tahun 1983 sampai sekarang keluarga besar lima keturunan Bandar Dewa terus berjuang demi mengembalikan seluruh kepemilikan tanah seluas 1.470 Ha di Pal 133-139 Omboelan Bawang Berak kepada keluarga lima keturunan Bandar Dewa sesuai dengan Soerat Keterangan Hak Kekoeasaan Tanah Hoekoem Adat Nomor : 79/ Kampoeng/ 1922 yang di daftarkan ke Pesirah Marga Tegamoan dan diperkuat dengan Penetapan Pengadilan Agama Kota Metro Nomor: 0163/ Pdt. P/ 2020 PA. Mt Tanggal 04 Januari 2021 hingga Nomor: 002/ Pdt. P/ 2021/ PA. Mt Tanggal 05 Februari 2021. (**).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *