MEDIAPUBLIKA.com – Lampung sebagai sentra penghasil kripik pisang yang telah dikenal seantero nusantara, bahkan telah menjadi brand tersendiri “Ingat Lampung, Ingat Kripik Pisang”, ingatan tersebut kini terancam hilang.
Hal ini disebabkan oleh semakin langkanya keberadaan minyak goreng sebagai salah satu bahan utama dalam proses produksi kripik pisang tersebut. Hampir satu pekan minyak goreng menghilang di Bandar Lampung dan beberapa daerah lainnya di Provinsi Lampung.
Menurut Ketua Fraksi PKS DPRD Lampung, Ade Utami Ibnu, kejadian ini tentu sangat memukul perekonomian daerah. “Disaat perekonomian mulai bangkit, kemudian disusul naiknya kasus covid-19 varian omicron lalu hadir kebijakan pembatasan mobilitas lewat PPKM level 3 dan level 2 di Provinsi Lampung, kini minyak goreng baik di pasar tradisional maupun swalayan ritail susah didapatkan. Tentu berdampak secara luas atau multiplier effect di masyarakat,” kata alumni Fakultas Ekonomi Unila ini, Kamis (17/2/22).
Menurutnya, tidak saja, akan mengerek harga sembako yang lain terjadi inflasi, menghilangnya minyak goreng dipasarpun akan mengancam UMKM di Provinsi Lampung, terutama yang bergantung dengan minyak goreng sebagai salah satu bahan utama dalam proses produksinya, seperti pengrajin kripik pisang.
“Dalam hal ini, upaya-upaya komprehensif harus dilakukan, tidak sekedar rutinitas temporal, disaat sembako misalnya minyak goreng, langka atau harga naik, dilakukan operasi pasar, atau sidak di berbagai gerai retail yang disinyalir melakukan penimbunan. Seharusnya lebih dari itu,” tutur Ade.
Pemerintah Daerah melalui TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) harus bergerak cepat menuntaskan persoalan ini, sebelum berdampak panjang dan makin memberatkan perekonomian daerah dalam konteks ekonomi makro. “Kurang dari 2 bulan lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan tentu kebutuhan sembako termasuk minyak goreng begitu tinggi. Hal ini harus diantisipasi oleh TPID,” tutur Ade lagi.
Dia berharap, Pemerintah Daerah bersama TPID termasuk TPID-TPID di Kabupaten Kota se-Lampung menguatkan sistem logistik di masing-masing wilayah kewenangannya. “Perlu kiranya dicek di tingkat produsen sejauh mana aliran distribusi hingga end users, sampai ke tangan konsumen, jangan sampai ada sumbatan-sumbatan distribusi yang akhirnya masyarakat luas yang terdampak. Dan lebih jauh, akibat kelangkaan minyak goreng meningkatkan jumlah warga miskin Lampung jadi melebihi angka yang ada. Per September 2021, penduduk miskin di Lampung, mencapai 1,01 juta jiwa,” pungkas Ade. (*).