Akui Menerima Setoran Diluar PAD, Herris Meyusef: Tidak Takut Keluar Dari Jabatan

MEDIAPUBLIKA.com – Kepala UPTD PKOR Wayhalim dibawah naungan Dispora Provinsi Lampung mengakui menerima setoran dan menegaskan tidak takut keluar dari jabatannya.

Hal tersebut disampaikan saat wawancara dengan sejumlah wartawan yang aktif meliput di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, pada, Kamis (16/3/2023).

“Kan saya sudah jelaskan ada indikasi penyalahgunaan kewenangan, ketika ditanya wartawan apakah menerima setoran dari Fauziah selaku koordinator pengelolaan pedagang…?, saya akui menerima, tapi bukan PAD, bukan saya takut keluar dari jabatan,” tegas Herris Meyusef saat diwawancarai sejumlah wartawan di ruang kerjanya.

Menurutnya, saya lebih cenderung Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak memenuhi target, tapi PAD tidak memenuhi target tidak masalah, akan tetapi ini ada indikasi pelanggaran, bukan indikator PAD terpenuhi, saya tidak masalah, tetapi saya juga tidak takut keluar dari jabatan saya, tandasnya.

Diketahui sebagaimana dijelaskan pada Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 bahwa Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Namun pasal ini akan tidak berlaku jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal tersebut berdasarkan Undang Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berikut Peraturan yang Mengatur Gratifikasi:

Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi:

“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”.

Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK”.

Penjelasan Aturan Hukum

Pasal 12 UU No. 20/2001: Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Sanksi Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001 Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

PRINSIP DASAR PENGENDALIAN GRATIFIKASI:

Tidak menerima, tidak memberi dan menolak pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas kewajibannya sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara. (*).