MEDIAPUBLIKA.com – Dalam sidang lanjutan Perkara No: 39/Pdt.G/2021/PTUN. Bandar Lampung tentang gugatan keluarga 5 (lima) keturunan Bandardewa terhadap HGU PT HIM pada hari Rabu (24/11), agenda sidang penyerahan tambahan bukti para pihak dan saksi penggugat. Penggugat menghadirkan dua saksi fakta.
Sidang dibuka dan terbuka untuk umum pukul 14.00 WIB di ruang sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung dengan menerapkan protokol kesehatan. Hadir Kuasa Hukum Penggugat (5 keturunan Bandardewa) dan Kuasa Hukum Tergugat I (ATR/BPN RI), tergugat II (BPN Tubaba) serta tergugat II intervensi (PT HIM) dengan Majelis Hakim, Yarwan SH MH (Ketua)., dengan didampingi oleh Andhy Matuaraja SH MH (Anggota) dan Hj Suaida Ibrahim SH MH (Anggota) serta Panitera pengganti Ida Meriati SH MH.
Sesuai agenda sidang, para saksi diambil sumpah oleh Ketua Majelis Hakim, selanjutnya secara terpisah saksi dimintakan kesaksian dan keterangannya.
Saksi menyampaikan fakta-fakta yang diketahui. Saksi pertama yakni Alexander Lukman seorang surveyor pemetaan ukur tanah mandiri, bersaksi tentang lokasi tanah. Menurut Alexander, Jasanya pernah digunakan oleh para pemilik tanah, dari masyarakat umum, perusahaan swasta, hingga BPN Tulangbawang Barat Sendiri.
Alexander Lukman juga pernah bekerjasama dengan BPN Liwa dan BPN Waykanan medio 2014 sampai 2019 akhir.
Terungkap dipersidangan, Pada tanggal 28 September 2021 Alexander diminta Penggugat Rulaini untuk memetakan lokasi HGU No 16. Dengan menggunakan Android, GPS dan aplikasi ATR BPN serta peralatan lainnya Alexander berhasil menemukan titik koordinat HGU No 16 dengan luasan lahan seluas 200 hektar. Namun pada saat diukur ulang pada tanggal 14 Oktober 2021 terjadi perbedaan luasan pada HGU No 16 menjadi 1000 hektar, titik koordinat tumpang tindih.
Alex juga memastikan Peta terbaru yang dilihatnya dipersidangan menampilkan luasan dan letak berbeda dari hasil pemeriksaannya di lapangan. Seperti diketahui didalam HGU No 16 Tahun 1994 yang disengketakan tercatat lahan seluas 1.470 hektar berada di area Tiyuh (Desa) Bandardewa, Ujung Gunung Ilir, Panaragan dan Menggalamas.
Sementara saksi yang kedua Amirwan Tamri alias Iwan TB memberikan sepengetahuannya tentang awal mula sengketa.
Iwan bersaksi, bahwa ketika sering mendampingi Almarhum Rasid Ridho kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa pada 1999. Dikisahkan Iwan, Seseorang bernama Pongky Pamungkas Direksi PT HIM telah menyebutnya sebagai anak sejak awal kenal, mengundang dirinya ke Jakarta.
Dalam pertemuan, Pongky meminta Iwan untuk bersedia menerima uang sebesar 40 juta rupiah per bulan, sebagai dana jasa pengamanan lapangan karena perusahaan ingin aman dari 5 keturunan Bandardewa. Karena sudah disebut anak Iwan akhirnya tidak kuasa untuk menolak. Dan tanpa sepengetahuan masyarakat lima keturunan Bandardewa uang jasa keamanan tersebut diterima Iwan hingga selama 5 tahun.
Iwan juga mengatakan, bahwa dirinya tidak pernah mendengar ada pihak lain yang mengaku sebagai 5 keturunan Bandardewa selain para penggugat sekarang ini.
Pada kesempatan yang sama pasca sidang, ketua Tim kuasa hukum penggugat Joni Widodo SH MH menyatakan keterangan-keterangan yang disampaikan oleh saksi fakta hari ini telah memperkuat dalil-dalil dan posisi lima keturunan Bandardewa.
“Kami yakin majelis hakim mempertimbangkan hal-hal krusial pada sidang hari ini,” ujar Joni Widodo Rabu (24/11).
Sementara itu, Kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa Ir Achmad Sobrie MSi yang kini tengah beristirahat pasca opname di rumah sakit, melalui pesan elektronik Kamis (25/11), menyampaikan tanggapannya terhadap fakta persidangan Perkara No: 39/Pdt.G/2021/PTUN. BL (24/11).
Menurut Sobrie, Sertifikat HGU No 16 Tahun 1994 yang telah diperpanjang haknya luas tanah 5 Keturunan Bandardewa yang tercatat didalamnya hanya 206 Hektar, harusnya dijadikan pedoman utama dalam perkara ini baik dalam konteks luasannya maupun proses prosedur penerbitan dan perpanjangan haknya.
“Dengan adanya temuan baru (novum) Luasan HGU dalam sertifikat No 16 Tahun 1994 sudah dirubah menjadi 1000 hektar di lapangan, setelah perkara ini didaftarkan tanggal 23 Agustus 2021 mengindikasikan bahwa luas HGU beserta dokumen-dokumennya memang bermasalah,” kata dia.
Sobrie kembali mengingatkan, bahwa Komisi II DPR RI pada tahun 2008 telah merekomendasikan kepada BPN pusat untuk mengembalikan batas bidang tanah HGU di lapangan dengan ukur ulang, tapi dijegal oleh PT HIM berkolaborasi dengan oknum aparat pejabat BPN, Pemkab Tulangbawang.
Lalu langsung diproses perpanjangan haknya saat transisi Pemekaran Daerah Kabupaten Tulangbawang, pada tahun 2008-2009 tapi baru diterbitkan 5 tahun kemudian secara rahasia ketika sengketa ini sedang dimediasi Komnas HAM dengan terbitnya keputusan Kepala BPN No.35/HGU/BPN RI/2013 pada tanggal 14 Mei 2013.
“Semakin jelas, dengan bukti-bukti fakta persidangan termasuk adanya temuan baru (novum) di persidangan, kasus ini memang dipelihara Mafia Tanah di BPN, sesuai dengan amanah bapak Ir. Joko Widodo Presiden RI dan Instruksi Kapolri, kasus pencaplokan tanah Ulayat 5 keturunan Bandardewa Tulangbawang Barat tahun yang telah dikuasai 40 tahun oleh PT HIM akan segera kami laporkan kepada pihak yang berwenang agar dibongkar sampai tuntas dan diproses secara hukum,” tegasnya.
Ditambahkan Sobrie, Dugaan syarat dengan tindak pidana tersebut telah merampas hak-hak asasi masyarakat 5 keturunan Bandardewa, potensi penggelapan pajak yang merugikan potensi penerimaan negara akibat rekayasa luas HGU tidak sesuai dengan yang sebenarnya juga bisa terungkap semuanya.
“Kami berharap melalui upaya hukum atas sengketa tanah 40 tahun ini akan dapat segera selesai, hukum ditegakkan dan keadilan sejati di negara ini benar-benar diwujudkan secara nyata,” tandas mantan tenaga ahli Pemkab Lampung Tengah itu. (fn1)