MEDIAPUBLIKA.com – Ketua Lembaga Pengawasan Pembagunan Lampung (LPPL) Alzier Dianis Thabranie sangat mengapresiasi atas kinerja Kejaksaan Tinggi Lampung, dengan dinaikkannya status dugaan korupsi dana hibah Rp30 Miliar untuk KONI Lampung ke tahap penyidikan merupakan langkah yang baik.
Ia menegaskan, bahwa penggunaan dana hibah yang dilakukan KONI tentunya harus transparan. Terutama dana yang digunakan untuk publikasi yang dialokasikan sebesar Rp4,7 miliar.
“Kejati harus transparan juga ketika memeriksa dana hibah tersebut, Terutama dana publikasi media, selama kegiatan PON saya sangat minim membaca berita atau ekspos kegiatan-kegiatannya. Jadi harus transparan berapa media yang mendapatkan kerjasama,” jelas, Rabu (12/1/22).
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menaikkan status kasus dugaan korupsi dana hibah Rp30 Miliar untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lampung ke tahap penyidikan.
“Mulai hari ini, untuk kasus KONI yang tadinya adalah tahap penyelidikan kami naikkan ke tahap Penyidikan Umum,” kata Heffinur Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung dalam konferensi pers, di Kantor Kejati Lampung, Rabu (12/1/22).
Ia menjelaskan, bahwa pihaknya belum bisa menyebutkan siapa-siapa orangnya. “Ini sifatnya masih penyidikan, jadi belum bisa disebutkan siapa-siapanya,” jelasnya.
Dijelaskan juga, ada beberapa fakta yang diungkap terkait pihaknya menaikkan status Kasus Dana Hibah KONI Lampung ke tingkat penyidikan
Adapun rinciannya diantaranya Program kerja dan anggaran KONI Lampung untuk pengajuan anggaran hibah tidak disusun berdasarkan usulan kebutuhan KONI Lampung dan cabor (Cabang Olahraga)
“Sehingga bidang koni dan cabang olahraga dalam pengajuan kebutuhan program kerja dan anggaran tahun 2020 tidak berpedoman kepada pengajuan kebutuhan dan anggaran awal hibah KONI, sehingga penggunaan dana hibah diduga telah terjadi penyimpangan,” ujarnya.
Kemudian yang kedua ditemukan adanya penyimpangan anggaran program kerja dan anggaran KONI Lampung dan Cabang Olahraga (Cabor)
“Artinya bukan KONI aja tapi cabor juga. Untuk pengadaan barang dan jasa tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan serta ditemukan adanya penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa koni dan cabor,” jelasnya.
Lalu yang ketiga ditemukan penggunaan anggaran dari KONI dan cabor tidak didukung bukti-bukti yang sah.
“Kita berkesimpulan dari penyelidikan ini, kita naikkan ke penyidikan umum. Kita belum menyebutkan siapa-siapa orangnya yang terlibat, tapi sudah kita tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Baik untuk KONI Lampung nya itu sendiri maupun di Cabang Olahraganya, karena duaduanya ini bermasalah,” rincinya.
Selain itu, Kajati Lampung juga menyampaikan bahwa KONI Lampung pada 2019 lalu mengajukan program kerja dan anggaran hibah sebesar 79 miliar kemudian dari 79 miliar disetujui oleh pemerintah provinsi 60 miliar.
Pada tanggal 28 Januari 2020 Koni provinsi lampung menandatangani naskah perjanjian hibah.
“Yang artinya setelah mereka mengajukan kepada provinsi dengan segala syarat dan lain sebagainya kemudian provinsi menyetujui 60 miliiar tadi,” ujarnya.
Kemudian, 60 miliar ini dibagi dua tahap, adapun tahap pertama 29 miliar dan tahap kedua 30 miliar. Rincian penggunaan yang 29 miliar yakni Anggaran pembinaan prestasi 22 miliar kemudian Anggaran partisipasi PON tahun 2020 3 miliar dan Anggaran sekertariat lampung 3 miliar, jadi total 29 miliar.
“Dan untuk yang kedua yang 30 miliar karena covid-19 akhirnya tidak jadi dicairkan, jadi hanya KONI Lampung mengelola 29 milliar,” tutupnya. (MP).