MEDIAPUBLIKA.com – Untuk memberikan penguatan terhadap keberadaan Badan usaha Milik Desa (BUMDes) pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Dengan keluarnya regulasi ini berarti telah meningkatkan payung hukum BUMDes yang semula hanya berpegang pada Permendes PDT Nomor 4 Tahun 2015.
Peraturan Pemerintah ini juga sekaligus sebagai tindak lanjut dari berlakuknya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menegaskan kedudukan BUMDes sebagai badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa untuk mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi, dan produktivitas penyediaan jasa pelayanan dan/atau menyediakan jenis produk usaha untuk sebesar-sebesarnya kesejahteraan masyarakat desa.
Selama kurang lebih lima tahun setelah regulasi tentang BUMDes pertama diterbitkan, telah berdiri BUMDes hampir di seluruh desa di seluruh Indonesia. Dan faktanya ada BUMDes yang tumbuh dan berkembang, namun banyak juga yang stagnan bahkan tidak berjalan sementara penyertaan modal kepada BUMDes sudah dilaksanakan.
Banyaknya BUMDes yang tidak berjalan tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Antara lain kesiapan SDM pengelola BUMDes, rekrutmen pengelola yang tidak terbuka, hingga pada masalah hubungan yang tidak baik di antara perangkat desa.
Khusus mengenai kesiapan SDM Pengelola BUMDes, PRO-STRATEGIC FOUNDATION Bandar Lampung bekerjasama dengan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Kecamatan se-Lampung Utara menyelenggarakan Bimtek Peningkatan Kapasitas Pengurus BUMDes di 23 kecamatan.
Materi-materi yang diberikan narasumber Pro Strategic adalah Penyusunan Rencana Program Kerja dan Kelayakan Bisnis, Penyusunan Laporan Keuangan, dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban.
Direktur Pro Strategic, Dadang Ishak Iskandar, menjelaskan Bimtek telah berjalan di 6 kecamatan. Banyak BUMDes yang tidak berjalan dan jenis usahanya pun nyaris seragam. “Usahanya kebanyakan sewa tarup dan simpan pinjam. Tanpa hasil dan macet,” kata Dadang, Rabu (24/11).
Menurut direktur Lembaga P2KTD Bidang Ekonomi Perdesaan ini, bahwa pengelola BUMDes belum bisa mengidentifikasi masalah dan potensi desanya sehingga tidak mampu menyusun rencana usahanya. Timnya telah menyusun materi kelayakan bisnis, laporan keuangan dan LPJ dengan aplikasi sederhana yang mudah dipahami dan bisa dikerjakan baik menggunakan komputer/laptop maupu gadget (HP).
“Aplikasi ini dirancang dan mengacu pada regulasi BUMDes yang baru yaitu PP No. 11 Tahun 2021 tentang BUMDes,” tegas Dadang Iskandar.
Dadang Iskandar mengungkapkan, bahwa lembaganya siap bekerjasama dan membantu pengembangan bisnis BUMDes baik dari peningkatan kapasitas pengelolanya maupun pengembangan bisnisnya. Termasuk membuka peluang kerjasama dengan lembaga keuangan (bank) dan corporate yang tertarik dengan potensi pasar BUMDes. Terlebih dengan Pemprov Lampung yang ingin mewujudkan Lampung Berjaya melalui Smart Villagenya. (**).