MEDIAPUBLIKA.com – Dominasi kecelakaan di Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ruas Bakauheni-Terbanggi (Bater) dan Terbanggi-Pematang Panggang-Kayu Agung (Terbeka), selama ini didominasi akibat kelalaian pengemudi, mulai dari kesadaran pengemudi dalam pengendaraan, kondisi sopir mengantuk hingga kendaraan tidak lain jalan.
Hal itu di tegaskan Branch Manager Tol Bakauaheni-Terbanggi Besar, Hanung Hanindito, usai mendampingi Tim Komisi Nasional Keselatan Transfortasi (KNKT) yang datang ke Lampung menyelidiki kasus kecelakaan di Jalan Tol waktu lalu.
“Sebagaimana kita maklumi bahwa lalu lintas faktor angkutan jalan merupakan interaksi dari tiga utama, yaitu seperti jalan, manusia dan kendaraan bermotor. Untuk mewujudkan kondisi lalu lintas dan angkutan jalan yang aman dan selamat tentunya ketiga faktor yang telah disebutkan tadi harus memenuhi aspek kelaikan, antara lain manusianya harus laik kemudi,” kata Hanung, Rabu (6/10/2021).
Menurut Hanung, data saat ini, 80 persen dari total angka kecelakaan lalu lintas di ruas Bakter terjadi karen sopir mengantuk. Karena itu ada hal hal yang dilakukan pengelola JTTS untuk melakukan antisipasi. Selain itu, bahwa setiap kendaraan yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana ditentukan oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Sehingga sebelum kendaraan yang dioperasikan di jalan harus yakin bahwa kendaraan tersebut telah memenuhi persyaratan yang dimaksud. Apa yang harus dicapai dengan memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan dan proses untuk memenuhi persyaratan tersebut ya tentunya sama sama taulah, ada di Perhubungan atau satlantas. Lagi itu bukan kapasitas kami menjelaskan, karena kami hanya pengelola jalan tol,” kata Hanung.
Tapi kata Hanung, sedikit mungkin persyaratan teknis itu seperti susunan kendaraan, perlengkapan, ukuran, karoseri, rancangan teknis sesuai peruntukannya, pemuatan, penggunaan, penggandengan kendaraan bermotor dan/atau penempelan kendaraan bermotor.
“Soal persyaratan laik jalan ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur- kekurangan terdiri dari emisi gas buang,” ujarnya.
Ada juga termasuk suara, efisiensi sistem rem utama, sistem efisiensi rem parkir, kincup roda depan, suara klakson, daya pancar dan arah sinar lampu utama, radius putar, akurasi alat penunjuk kecepatan, “Sesuai kinerja roda dan kondisi ban, dan kecocokan daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan. Nah yang nguji itu bukan kita juga,” kata dia.
Terkait kasus sopir ngantuk, lanjut Hanung, PT Hutama Karya, pengelola Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ruas Bakauheni-Terbanggi Besar (Bakter) Lampung menggelar operasi mengantuk bagi supir kendaraan, terutama di jalur B menuju Pelabuhan Bakauheni, dan operasi bagi truk yang overdimension and overload (ODOL).
“Operasi ini juga mendapat dukungan dari KNKT sebagai salah satu solusi mengurangi angka kecelakaan di JTTS. Operasi ini mungkin yang pertama di Indonesia, karena di Jawa belum pernah ada. Sebenarnya sudah beberapa kali digelar, namun akan kami intensifkan kembali,” ucapnya.
Teknis operasi ini, lanjut Hanung, pengguna jalan tol dimasukkan ke salah satu rest area terutama di jalur B menuju Pelabuhan Bakauheni yang dinilai selama ini rawan mengantuk. Operasi ini dilaksanakan mulai pukul 03.00 dinihari hingga subuh dengan menyediakan kopi dan snack gratis di rest area.
“Kecelakaan melibatkan truk ODOL juga beberapa kali terjadi karena kecepatannya rendah, sehingga tertabrak dari belakang. Kecelakaan di tol Lampung juga masih banyaknya truk dan kendaraan lain yang lampu belakangnya mati. Bagi kendaraan yang lampu belakangnya mati, untuk sementara kita kasih stiker spotlite. Sedangkan mengenai berat muatan, pihaknya bekerjasama dengan Dinas Perhubungan memakai timbangan portabel,” urainya.
Saat ini, kata dia, WIM ada di gerbang tol yakni Bakauheni Selatan. Rencananya WIM akan dipasang lagi di tiga gerbang tol yakni Lematang, Gunungsugih, dan Terbanggi Besar. “Sudah banyak truk ODOL yang diputarbalik karena melanggar batas dan tak boleh lewat di tol,” katanya.
Sementara terkait kecelakaan di JTTS, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, menyebutkan bukan karena faktor teknis. Dan KNKT merekomendasikan agar Hutama Karya membenahi rest area agar para pengemudi tertarik istirahat. Misalnya, dengan menyediakan fasilitas mandi air panas dan balai-balai untuk istirahat.
“Secara geometrik, jalannya bagus bahkan dengan kecepatan 200 per jam masih aman. Memang faktor mengantuk yang jadi problem karena jalannya lurus. Ini harus segera dibenahi agar kecelakaan bisa menurun. Selain itu, buatkan tempat istirahat khusus untuk para supir truk tertarik mampir. Ini sudah diterapkan di Tol Cipali, Jawa Barat. Lalu, pisahkan rest area supir truk dan pengguna tol yang lain,” kata Soerjanto. (Rls/red).