MEDIAPUBLIKA.com – Aroma korupsi kembali tercium di lingkungan pemerintahan Provinsi Lampung. Kali ini, sorotan tertuju pada Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (PKPCK) atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp.1 miliar.
Usut punya usut, Inspektorat Provinsi Lampung bergerak cepat Pada Rabu, 23 Juli 2025 kemarin dikabarkan memanggil pihak Dinas PKPCK untuk dimintai klarifikasi sekaligus menekan proses pengembalian dana yang dinilai merugikan keuangan negara.
Irban II Inspektorat, M. Risco Irawan mengatakan, bahwa pihaknya telah memanggil dinas PKPCK lampoon itu dan memberikan waktu untuk mengembalikan kelebihan pembayaran.
“Sudah kami panggil. Kami beri waktu untuk mengembalikan kelebihan pembayaran itu. Kalau sampai batas waktu tak ada progres, akan kami panggil ulang dan cek apakah sudah ada cicilan atau masih mandek,” kata Risco kepada media, Kamis (24/07/25)
Risco menegaskan, jika pihak rekanan tidak menunjukkan itikad baik, maka konsekuensinya jelas masuk daftar hitam dan kasus diseret ke ranah hukum.
“Kalau tidak ada niat baik, maka akan kami rekomendasikan masuk blacklist. Bahkan, akan kami teruskan ke Aparat Penegak Hukum (APH),” tandasnya.
Sebelumnya, BPK menemukan dugaan penyimpangan serius dalam pelaksanaan belanja barang untuk dijual/diserahkan lainnya di PKPCK Provinsi Lampung pada tahun anggaran 2024.
Berdasarkan hasil uji petik terhadap 26 paket pekerjaan dengan total nilai kontrak sebesar Rp6,79 miliar, dari total alokasi Rp87,17 miliar, BPK mencatat tiga temuan utama: Kekurangan volume pekerjaan: Rp708,16 juta, ketidaksesuaian spesifikasi teknis: Rp355,93 juta, dan denda keterlambatan yang belum dikenakan: minimal Rp16,44 juta
Terkait dugaan tersebut yang berpotensi merugikan daerah maupun negara. Pihak Dinas PKPCK Provinsi Lampung belum memberikan tanggapan resmi. Upaya konfirmasi oleh awak media melalui pesan singkat dan panggilan telepon belum mendapat respons.
Adapun rincian dugaan mark-up kelebihan pembayaran yang terjadi dengan total senilai Rp477,78 juta oleh 14 perusahaan.
• CV KJ – Rp54.168.984
• CV SSK – Rp54.952.036
• CV SA – Rp27.094.168
• CV NKM – Rp35.296.362
• CV AFP – Rp29.008.093
• CV SB – Rp43.100.656
• CV TEL – Rp47.998.260
• CV PL – Rp70.599.661
• CV ACPM – Rp29.504.809
• CV BT – Rp8.372.430
• CV BS – Rp6.724.441
• CV BIO – Rp8.809.377
• CV AKP – Rp31.370.868
• CV KS – Rp30.786.545
Kemudian, 7 perusahaan senilai Rp586,31 juta yakni :
• CV RPJ – Rp31.911.599
• CV PGJ – Rp35.505.036
• CV KGM – Rp30.902.548
• CV BJ – Rp113.789.518
• CV GAM – Rp186.774.840
• CV SMB – Rp101.254.998
• CV TEL – Rp86.168.845 (terlibat dalam dua proyek berbeda)
Denda Keterlambatan Tak Dipungut:
• CV SAH belum dikenai denda keterlambatan minimal sebesar Rp14.717.415. (*).