Juniardi Dukung Wartawan Laporkan Feni Ardila ke Penegak Hukum

BERITA28 Dilihat

MEDIAPUBLIKA.com – Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung Juniardi SIP MH mendukung wartawan melaporkan oknum mahasiswi Feni Ardila ke penegak hukum, atas ulahnya yang memberikan keterangan palsu, akan tetapi juga berpotensi melanggar UU ITE atas kabar hoax yang menimbulkan kegaduhan politik dan masyarakat di Lampung.

“Kita harus ingatkan narasumber agar tidak main – main, dan bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan kepada pers Apalagi menyangkut nama baik orang lain,” kata Juniardi, yang diminta tanggapan terkait simpang siur dan kegaduhan berita sepekan terakhir, Jumat (18/2/22).

Menurut Juniardi, sejak awal pemberitaan, media sudah berupaya menyembunyikan identitas korban, termasuk terlapor sebelum ada konfirmasi darinya. Akan tetapi, justru korban yang membuat kegaduhan, dengan menyebar video ungkapan mencabut keterangan sebelumnya. “Ini ada kesan memanfaatkan wartawan untuk tujuan tertentu,” kata mantan ketua KIP Lampung ini.

Juniardi menjelaskan, dalam kontek keterangan palsu, apabila memang hal yang dilaporkan oleh korban tidak terjadi, maka ada pidana yang dapat dikenakan terhadap orang yang memberikan keterangan palsu. “Diatur dalam Bab IX tentang Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu, Pasal 242 ayat (1) Kitab Undang – undang Hukum Pidana  (“KUHP”),” kata Alumni Magister Hukum Unila ini.

Bunyinya, kata Juniardi, barang siapa dalam keadaan di mana Undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, “Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun,” urainya.

Juniardi mengutip keterangan ahli yang menyebutkan syarat dari tindak pidana tersebut adalah, pertamanya suatu ketentuan Undang-undang yang menghendaki suatu keterangan di bawah sumpah atau yang mempunyai akibat-akibat hukum, kedua pemberian keterangan palsu dan kesengajaannya ditujukan kepada kepalsuannya itu.

“Bahwa suatu keterangan adalah palsu, apabila sebagian dari keterangan itu adalah tidak benar, terkecuali jika ini adalah sedemikian rupa sehingga dapat diperkirakan bahwa hal itu tidak sengaja diberikan dalam memberikan keterangan palsu,” katanya.

Dengan demikian, lanjut Juniardi, korban tidak seharusnya memberikan keterangan palsu sehingga berakibat hukum bagi pers atau pelaku yang dapat dipidana, karena dengan melakukan itu justru korban dapat dipidana karena memberikan keterangan palsu.

“Mengenai apakah pelaku bisa dituntut atau tidak, pada dasarnya, asas yang berlaku dalam hukum pidana adalah geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan). Jadi, apabila tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh pelaku, tidak akan dipidana. Terkait hal ini, semuanya akan dibuktikan melalui mekanisme pembuktian di pengadilan. Jadi kita dukung kawan – kawan melaporkan kasusnya,” kata mantan wartawan Lampungpost ini.  (Red)