MEDIAPUBLIKA.com – Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung sudah menjadi zona merah peredaran Narkoba, terutama jenis sabu-sabu, ekstasi, dan ganja. Badan Narkotika Nasional Kabupaten Tanggamus, mendata lebih dari 60 persen Nelayan terpengaruh penggunaan Narkoba.
Bahkan 90% biduan dengan 80% ranjernya menjadi pemakai. Termasuk 60% Kepala Desa, dan 70% dari 500 penghuni Lapas terlibat narkoba. Dari pemusnahan barang bukti bersama Kejari, terdata bahwa 50 barang bukti kejatahan itu adalah kasus Narkoba.
“Data itu dari penelusuran BNNK Tanggamus, dalam dua terakhir yang diungkapkan dalam workshop Kamis 9 Juni 2022 kemarin. Hampir 60 persen nelayan pernah mencoba Narkoba, 80-90 persen pelaku hiburan adalah pemakai Narkoba. Bahkan sampai menyasar anak-anak. Ini sudah luar biasa, dan Pemkab Tanggamus belum berbuat nyata,” kata Wakabid Pembelaan Wartawan PWI Lampung Juniardi yang menjadi Narasumber dalam Workshop Peningkatan Kapasitas Insan Pers untuk Mendukung Kota Tanggap Ancaman Narkoba (Kotan) di Balai Serumpun Padi, Gisting, Tanggamus, Kamis, (9/6/22).
Jika demikian, kata Juniardi, Tanggamus sudah pada tingkatan Tanggap Bahaya Narkoba, Kabupaten ini, kata dia, secara teritorial, sebagian besar wilayahnya adalah pantai dan pegunungan dan jalan Lintas Barat, dengan potensi tinggi menjadi target peredaran. “Secara teritorial, Tanggamus menjadi wilayah empuk bagi penyelundup barang haram itu. Biasanya via laut, kemudian lari ke wilayah pegunungan,” katanya.
Karena itu, untuk menanggulangi hal itu, tidak hanya dilakukan BNNK sebagi wakil negara, tapi juga Pemerintah daerah, seluruh komponen, termasuk peran pers dan media, terutama dalam menyampaikan informasi kepada publik secara luas, terkait bahaya Narkoba. “Pers juga punya peran penting dalam penanggulangan bahaya narkoba ini,” katanya.
Juniardi menjelaskan, secara international, kejahatan narkoba masuk dalam katagori extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa antara, sama dengan kejatahan korupsi, terorisme, perdagangan Manusia. “Penyalahgunaan dan peredaran narkoba masuk dalam katagori extra ordinary, atau kejahatan luar biasa,” ujar pimred sinarlampung.co ini.
“Karena sifat dan dampak buruk yang ditimbulkannya, maka penanganan terhadap kejahatan seperti itu juga harus luar biasa. Karena itu kita (pers,red) harus melawan dengan pemberitaannya yang harus luar biasa. Porsinya mesti headline, breaking news, atau berita utama yang link-nya dipasang terus pada setiap berita,” kata Juniardi.
Menurut mantan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung itu, bahwa perang terhadap narkoba merupakan sikap pribadi dan sikap profesional seorang wartawan sebagai bagian dari upaya P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba).
“Tegas dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melarang pemuatan iklan narkotika dan barang-barang berbahaya lainnya. Tercantum pada Pasal 13 huruf b, bunyi Perusahaan pers dilarang memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata mantan Duta Anti Narkoba Tahun 2010-an itu.
Hebatnya pendahulu, bahwa para pembuat UU Nomor 40 Tahun 1999 memiliki semangat untuk menjauhkan pers nasional dari sumber dana yang berasal dari promosi narkoba. “Bagi pelanggar pasal tersebut juga jelas dan tegas seperti tercantum pada Pasal 18 ayat (2), bahwa perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000,” ujarnya Alumni Magister Hukum Unila ini.
Adanya dua pasal tersebut, kata Juniardi, menunjukkan insan pers membuat jarak secara diametral dalam posisi sebagai musuh dengan pelaku kejahatan narkoba. Karena itu perang terhadap narkoba tidak bisa dinegosiasikan, dikoordinasikan, atau dikomunikasikan. “Pesannya bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bahkan kini, bebas narkoba juga menjadi sarat menjadi wartawan,” katanya.
Karena itu ajak Juniardi, saat pers menggunakan fungsi nya sebagai kontrol sosial. Berita penyalahgunaan narkoba harus berhasil membuat masyarakat dan aparat menjadi waspada, tapi tetap dilengkapi dengan unsur-unsur berita yang lainnya untuk memenuhi prinsip-prinsip jurnalistik. “Artinya dalam menulis berita-beritanya, wartawan menegaskan keberpihakan pada masyarakat untuk mengajak mereka bersama-sama memerangi penyalahgunaan narkoba,” katanya.
Tapi, Juniardi juga mengingatkan bahwa penulisan karya jurnalistiknya, harus tetap berpegang pada kode etik jurnalistik yang mengatur independensi, akurasi berita, keberimbangan, iktikad baik, informasi teruji, membedakan fakta dan opini, asas praduga tak bersalah, serta perlindungan terhadap narasumber dan orang-orang yang berisiko
“Tetap menjaga kepekaan jurnalistik untuk menentukan rambu-rambu berita di luar UU dan kode etik dengan hati nurani. Kita memperhatikan tujuan P4GN yaitu antara lain mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkoba dan memberantas peredaran gelap narkoba,” katanya.
Sementara Kadiskominfo Tanggamus Edi Nerimo mengatakan, Narkoba adalah musuh bangsa. Sehingga Jangan sampai anak cucu menjadi korban.
“Tanggungjawab ada di pundak kita bagaimana peredaran Narkoba tidak semakin meluas. Mari kita tingkatkan peran dalam upaya menekan angka penyalahgunaan Narkoba. Kami berharap, peran insan media ini dalam berkontribusi aktif menyampaikan informasi terkait bahaya dan akibat penyalahgunaan narkoba,” kata Edi. (Red).