Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, Ini Pernyataan Sikap LAdA Damar

BERITA17 Dilihat

MEDIAPUBLIKA.com – Beberapa media massa Lampung pada 24/5/2023 memberitakan tentang Perempuan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) yaitu DL (23) dan DDR (15) yang mengalami kekerasan oleh majikannya. Dalam pemberitaan tersebut menjelaskan bahwa, terdapat PRT dan PRTA yang terpaksa kabur dari tempatnya bekerja dengan cara memanjat pagar rumah. Mereka kabur setelah mendapatkan penganiayaan dari majikannya.

Awalnya DL (23) ditawari bekerja di perumahan Citra Land pada awal Februari 2023. Namun ketika sepakat untuk bekerja di sana, DL diajak bertemu di depan Rumah Sakit Graha Husada, DL malah dijemput oleh wanita yang merupakan majikan di rumah yang berada di Sukarame, Bandar Lampung. Jadi bukan yang di Citra Land seperti yang di kesepakatan awal.

Sesampainya di rumah tersebut, sang majikan mengambil semua barang pribadinya termasuk identitas diri.
Kedua korban yakni DL (23) warga Pringsewu yang baru bekerja selama tiga bulan dan DDR (15) warga Pesawaran telah bekerja selama satu tahun di rumah majikannya yang berada di Kelurahan Kalibalok, Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung.

Korban DL mengatakan bahwa selama bekerja di rumah majikannya kerap mendapatkan penganiayaan. Bahkan Ia mengaku pernah ditelanjangi oleh sang majikan karena berbuat salah.

Keduanya mengaku sering dianiaya, ditelanjangi, hingga direkam dengan kamera ponsel majikannya. Apabila keduanya mencoba kabur, mereka diancam majikannya akan menyebarluaskan video tersebut. Berdasarkan pemberitaan pula laporan keduanya telah diterima oleh Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung dengan Nomor LP/B/743/V/2023/SPKT/Polresta Bandar Lampung/Polda Lampung.

Perempuan pekerja rumah tangga rawan mengalami kekerasan dan pelecehan, tidak ada akses informasi, jam kerja panjang, bahkan tidak ada hari libur. Selain itu, mereka tidak bisa berorganisasi, terisolir/ tidak diperbolehkan keluar, tidak ada kontrak kerja, posisi rendah, pekerjaan tidak diakui sebagai profesi, tidak ada jaminan sosial, serta tidak ada standar gaji dan hak lainnya. Hal ini diperparah dengan tidak ada alur pengaduan kasus, tidak memperoleh pendidikan dan pelatihan.

Sementara, keberadaan PRT menyumbang pada rantai ekonomi, sosial dan kerja ratusan ribu dan jutaan orang atau rumah tangga. Segala sektor penyelenggaraan negara, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, industri barang, jasa, dan hiburan dapat berkembang karena kontribusi PRT khususnya, pada perawatan dan pemeliharaan rumah tangga pemberi kerja yang bermuara pada ekonomi nasional suatu negara. Maka bisa dibayangkan efek domino yang terjadi jika tidak ada PRT.

Berdasarkan kasus tersebut, maka kami LAdA Damar dengan ini menyatakan sikap bahwa :

  1. Tindakan kekerasan tersebut merupakan pelanggaran HAM, serta bertentangan dengan Konvensi ILO 182 Tahun 1999 dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang No.1 Tahun 2000 tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, karena memperkerjakan DDR (15) yang masih berusia anak.

  2. Perekrutan PRT dan memperkerjakan PRTA mengarah pada Tindak Pidana Perdagangan Orang. Hal ini karena telah memenuhi 3 unsur TPPO, yaitu adanya proses perekrutan atau penerimaan, cara dengan melakukan penipuan (pekerjaan tidak sesuai dengan perjanjian awal) dan penggunaan kekuasaan dengan penahanan dokumen identitas diri, serta adanya eksploitasi tindakan penindasan.

  3. Mendukung Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dalam upaya memberikan jaminan keadilan dan perlindungan bagi PRT korban.

  4. Mendesak untuk segera dilakukan percepatan pengesahan RUU PPRT di DPR RI atas perlindungan bagi PRT. RUU PPRT juga mengatur batas usia minimum 18 tahun, sebagai upaya penghapusan pekerja rumah tangga anak.

  5. Pekerja Rumah Tangga Anak korban harus segera mendapatkan penanganan, agar tidak terjebak dalam situasi kerja paksa.

  6. Perlu adanya peran serta Negara, dalam ini Pemerintah propinsi Lampung dan Kabupaten/kota melalui UPTD PPA untuk pemulihan fisik dan psikologis, serta pendampingan bagi korban baik secara litigasi maupun non litigasi. (*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *