Kejari Lambar Ungkap 121 Sertifikat Tanah Ilegal di Kawasan TNBBS

LAMPUNG BARAT5 Dilihat

MEDIAPUBLIKA.com – Satu per satu borok penguasaan ilegal lahan di kawasan konservasi mulai terkuak. Tim pemberantasan mafia tanah dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat menemukan fakta mengejutkan: sebanyak 121 sertifikat hak milik (SHM) diterbitkan di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Penemuan ini tidak hanya mencederai logika hukum, tapi juga menampar semangat konservasi dan perlindungan lingkungan yang selama ini digaungkan. Kepala Seksi Intelijen Kejari Lampung Barat, Ferdy Andrian, menegaskan bahwa temuan ini berpotensi besar mengandung unsur pidana.

“Benar, kami menemukan 121 sertifikat hak milik di dalam kawasan TNBBS. Ada dugaan kuat perbuatan melawan hukum dalam proses penerbitannya. Banyak yang diterbitkan lebih dari satu dekade lalu,” ujar Ferdy, Senin (16/6).

Konservasi Dilanggar, Prosedur Diakali

TNBBS bukan kawasan biasa. Ia merupakan kawasan hutan konservasi nasional yang statusnya dilindungi undang-undang dan bebas dari kepemilikan pribadi. Fakta bahwa sertifikat resmi bisa terbit di sana mengindikasikan adanya pelanggaran prosedural serius, bahkan bisa mengarah pada praktik mafia tanah.

“Kami tengah mendalami keterlibatan pihak-pihak dalam penerbitan sertifikat ini. Indikasi mafia tanah tidak kami tampik,” tambah Ferdy.

Langkah hukum ini menjadi penting karena menyentuh dua ranah sekaligus: penegakan hukum untuk menyelamatkan ruang hidup satwa dan lingkungan, serta perlindungan terhadap masyarakat agar tidak menjadi korban manipulasi dokumen tanah.

Tak Sekadar Represif, Masyarakat Tetap Dilindungi

Ferdy menegaskan, penindakan tidak akan mengorbankan masyarakat kecil. Pihak Kejari telah berkoordinasi dengan tim penertiban kawasan hutan untuk memastikan agar rakyat tidak dirugikan dalam proses hukum ini.

“Kami tidak hanya melakukan penindakan hukum, tapi juga memastikan masyarakat mendapat kejelasan dan solusi. Jika ada warga yang merasa ragu dengan status tanahnya, silakan cek langsung ke ATR/BPN Lampung Barat,” imbau Ferdy.

Menelusuri Jejak: Mafia, Negligensi, atau Sistem yang Dibiarkan Bobrok?

Kasus ini membuka peluang penyelidikan lebih luas: siapa yang memfasilitasi penerbitan sertifikat di tanah negara? Apakah ada aparat yang bermain mata? Atau ini cerminan lemahnya pengawasan lintas lembaga sejak bertahun-tahun?

Pertanyaan-pertanyaan ini kini mulai diajukan publik, sembari menanti langkah tegas Kejari untuk membuka siapa dalang di balik jejak hukum yang cacat ini.

Kasus ini bukan semata soal sertifikat, tapi soal keberanian negara menegakkan hukum di hadapan kepentingan terselubung. Jika hukum tak ditegakkan, maka masyarakatlah yang akan terus menjadi korban berikutnya. (*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *