MEDIAPUBLIKA.com – PT PLN (Persero) kembali melakukan kesepakatan bisnis untuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. Dalam kunjungan bisnis ke China, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo melakukan site visit ke perusahaan konstruksi (Engineering, Procurement, Construction/EPC) China Communications Construction Dredging Co., Ltd (CCCC) di Beijing, sekaligus untuk menyepakati kerja sama pengembangan transisi energi di Indonesia. Kesepakatan yang ditandatangani pada Minggu (21/5) ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan pembangkit EBT di Indonesia.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menjelaskan saat ini perusahaannya sedang mempercepat pembangunan pembangkit EBT, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Pumped Storage di Indonesia. Dengan menggandeng CCCC, yang merupakan perusahaan konstruksi terbesar di China diharapkan bisa mempercepat proses transisi energi dari energi fosil menuju EBT guna mencapai target net zero emission (NZE) pada tahun 2060.
“Kerja sama yang telah terbangun antara PLN dan CCCC diharapkan bisa mempercepat pembangunan pembangkit EBT. Dengan demikian, Indonesia akan semakin mempercepat proses transisi energi,” ujar Darmawan.
Selain kerja sama yang telah disebutkan di awal, dengan segudang pengalaman yang dimiliki oleh CCCC, Darmawan menambahkan, PLN bisa menyerap ilmu dari perusahaan tersebut serta berdiskusi hingga berkolaborasi dalam pembangunan infrastruktur EBT, Liquid Natural Gas (LNG) dan terminal untuk gasifikasi .
CCCC sendiri merupakan perusahaan yang telah terlibat dalam banyak proyek besar di Tiongkok dan luar negeri. Beberapa proyek terbesarnya termasuk pembangunan jembatan Teluk Hangzhou, pelabuhan terbesar di dunia yang berlokasi di Shanghai, serta pembangunan Bendungan Tiga Ngarai di Tiongkok.
“Kesepakatan kerja sama ini dapat meningkatkan kepercayaan investor. melalui kerja sama yang solid antara PLN dengan CCCC juga diharapkan dapat mempererat hubungan ekonomi antara Tiongkok dan Indonesia,” tutup Darmawan. (*).