MEDIAPUBLIKA.com – Polda Lampung berhasil mengungkap dugaan pemerasan yang dilakukan oleh dua tersangka, Abidin, oknum anggota LSM, dan Doni, oknum wartawan, dalam sebuah konferensi pers, di Aula Mapolres Pringsewu, Kamis (31/10/24).
Kedua pelaku ditangkap pada Sabtu, 13 Oktober 2024, setelah menerima laporan dari masyarakat mengenai praktik pemerasan yang meresahkan.
Doni, yang mengaku sebagai wartawan, diduga ikut terlibat dalam pemerasan terhadap kepala pekon, kepala sekolah, dan kepala puskesmas.
Tindakan ini tidak hanya merugikan para korban, tetapi juga menciptakan ketakutan di kalangan para pemimpin daerah, yang diancam akan diberitakan secara negatif jika permintaan uang tidak dipenuhi.
Modus operandi mereka sangat mirip, menggunakan ancaman dan intimidasi untuk memeras uang dari para korban.
“Kami menerima banyak keluhan dari para kepala pekon terkait pemerasan yang dilakukan oknum-oknum tersebut. Mereka mengancam akan menyebarkan berita merugikan jika permintaan uang tidak dipenuhi,” ujar Kombes Umi Fadillah Astutik, Kabid Humas Polda Lampung, Jum’at (1/11/24).
Abidin, mantan Kepala Pekon dan Ketua APDESI Kabupaten Pringsewu, beralih profesi menjadi sekretaris LSM DPW LP-NASDEM (Lembaga Swadaya Masyarakat Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Pemerhati- Nasional Indonesia Membangun) setelah tidak menjabat sebagai kepala pekon.
Penangkapan mereka berawal dari laporan masyarakat saat Kapolres Pringsewu melaksanakan kunjungan kerja ke beberapa pekon dan Kecamatan di Kabupaten Pringsewu.
Tanpa adanya laporan resmi dari korban sebelumnya, Polres Pringsewu melakukan pemantauan dan berhasil menangkap Abidin saat mengambil uang sebesar Rp16 juta di salah satu pekon di Kecamatan Adiluwih.
Setelah diidentifikasi, Doni diketahui melakukan pemerasan serupa di lokasi berbeda namun masih dalam Kecamatan yang sama.
Ia dijerat Pasal 45 Ayat 2 UU No. 1 Tahun 2024 yang mengatur perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sementara Abidin dikenakan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan.
“Kedua pelaku dapat terancam hukuman hingga 7 tahun penjara,” tegas Kombes Umi.
Kasus ini mengungkap betapa oknum-oknum yang mengaku wartawan dapat mencemarkan nama baik profesi, yang seharusnya terjaga dengan baik.
Dalam laporan Dinas Kominfo, terdapat sekitar 450 media yang berlangganan publikasi di Pringsewu pada tahun 2024, namun hanya sekitar 50 media yang tersertifikasi oleh Dewan Pers.
Hal ini membuat anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, dan pertanian justru terpaksa digunakan untuk biaya publikasi di media yang tidak terverifikasi.
“Ini adalah tindakan tegas kami untuk melindungi profesi wartawan yang berintegritas, karena kami meyakini masih banyak wartawan yang bekerja secara profesional dan menegakan etika jurnalistik, sehingga mereka dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan membangun,” tambah Kombes Umi.
Pihaknya berkomitmen untuk terus memberantas praktik pemerasan yang merugikan masyarakat, dan menjaga kredibilitas profesi wartawan di Lampung. (*).