MEDIAPUBLIKA.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Self-Regulatory Organization (SRO) di pasar modal sepanjang 2020 telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menjaga daya tahan dan mengendalikan volatilitas pasar modal akibat gejolak perekonomian dampak pandemi Covid-19.
Berbagai kebijakan tersebut juga selaras dengan upaya pemerintah dalam menjalankan program pemulihan ekonomi nasional.
“OJK telah mengeluarkan banyak kebijakan pre-emptive dan extraordinary untuk menjaga kepercayaan dan stabilitas pasar, memberikan ruang bagi sektor riil untuk bertahan dan menjaga fundamental lembaga jasa keuangan,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2020 di Bursa Efek Indonesia, Rabu (30/12/20).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam kesempatan itu juga menyatakan apresiasi atas terjaganya stabilitas di pasar modal dalam menghadapi gejolak perekonomian, dan mengharapkan ketahanan pasar modal menjadi salah satu instrumen yang bisa mempercepat upaya pemulihan ekonomi nasional.
“Dengan adanya UU Cipta Kerja, vaksin Covid-19 dan resilient investor ritel serta transparansi dan akuntabilitas maka pasar modal Indonesia akan semakin stabil dan pulih di 2021,” kata Airlangga.
Selama periode Maret sampai dengan Desember 2020, OJK telah mengeluarkan 35 kebijakan pasar modal yang fokus pada tiga hal yakni:
- Relaksasi bagi pelaku industri antara lain mengatur penyelenggaraan RUPS yang dapat dilakukan secara elektronik dengan menerbitkan POJK No.15/POJK.04/2020 dan POJK No.16/POJK.04/2020, relaksasi terkait kewajiban pelaporan, dan relaksasi kebijakan dan stimulus SRO kepada stakeholder terkait dengan perubahan dan atau diskon pungutan atau biaya kepada pelaku industri, dan pengecualian pemenuhan prinsip keterbukaan bagi emiten atau perusahaan publik yang merupakan lembaga jasa keuangan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan dengan menerbitkan POJK 37 /POJK.04/2020.
- Pengendalian volatilitas dan menjaga kestabilan pasar modal dan sistem keuangan, antara lain dengan pelarangan short selling untuk sementara waktu dan diperbolehkannya buyback saham tanpa melalui RUPS oleh Emiten.
- Kemudahan perizinan dan penyampaian dokumen serta pelaporan, antara lain dengan implementasi tanda tangan elektronik pada Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT), modul wakil manajer investasi dan wakil agen penjual efek reksa dana, dan kemudahan emiten/perusahaan publik serta pihak lain dalam menyampaikan laporan dan surat menyurat kepada OJK melalui SPE-IDX.
Kebijakan OJK tersebut mampu meredam volatilitas dan menjaga stabilitas pasar dengan IHSG yang kembali menguat dan meningkatnya kepercayaan investor ritel terhadap pasar modal Indonesia di masa pandemi.
Hingga akhir tahun 2020, pasar saham kembali stabil dan berangsur pulih dengan IHSG pada 29 Desember kemarin ditutup di level 6.036,17 atau secara year to date terkoreksi 4,18% atau mengalami kenaikan sebesar 53,7% dibandingkan level terendahnya pada 24 Maret lalu.
Per 29 Desember 2020, jumlah investor pasar modal juga tercatat naik sebesar 56% dari 31 Desember 2019 sebesar 2,48 juta menjadi sebanyak 3,87 juta. Peningkatan jumlah invetor ini didominasi oleh investor domestik yang berumur di bawah 30 tahun yang mencapai sekitar 54,79% dari total Investor.
Selain itu, nilai pengelolaan investasi di pasar modal juga tetap meningkat. Hingga 28 Desember 2020, terdapat peningkatan NAB Reksa Dana sebesar 6,85% dari sebelumnya pada 30 Desember 2019 tercatat Rp 542,2 triliun naik menjadi Rp 579,33 triliun.
Secara akumulatif per 29 Desember 2020, jumlah Asset Under Management (AUM) Reksa Dana, Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Dana Investasi Real Estate (DIRE), KIK Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA), KIK Efek Beragun Aset (EBA), dan Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) juga naik sebesar 2,28% dibandingkan posisi 30 Desember 2019 dari Rp 802,65 triliun menjadi Rp 820,98 triliun.
Jumlah total produk RDPT, KIK DIRE, KIK DINFRA, KIK EBA, dan KPD per 29 Desember 2020 sebanyak 597 dengan jumlah total nilai dana kelolaan Rp 249,92 triliun.
Di tahun 2020, OJK telah mengeluarkan surat pernyataan efektif atas pernyataan pendaftaran dalam rangka penawaran umum untuk 169 emisi yang terdiri dari 48 penawaran umum perdana saham, 7 penawaran umum efek bersifat utang dan/atau sukuk, 16 penawaran umum terbatas, 45 penawaran umum berkelanjutan efek bersifat utang dan/atau sukuk tahap I, dan 53 penawaran umum berkelanjutan efek bersifat utang dan/atau sukuk tahap II, dengan total nilai hasil penawaran umum sebesar Rp118,70 triliun.
Dari 169 aktivitas penawaran umum selama tahun 2020 tersebut, diantaranya merupakan 48 emiten efek bersifat ekuitas baru dan 6 emiten efek bersifat utang dan atau sukuk baru.
Berbagai kebijakan pasar modal juga dikeluarkan OJK sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional dengan menerbitkan ketentuan yang mengakomodir kebutuhan permodalan UKM, dukungan implementasi UU Cipta Kerja dan kemudahan penerbitan obligasi daerah.
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja dalam Pasal 300 ayat (2) telah memberikan kemudahan bagi pemerintah daerah dalam menerbitkan obligasi daerah dan/atau sukuk daerah, yakni hanya cukup mengajukan izin kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, tanpa perlu mengajukan izin terlebih dahulu kepada DPRD setempat.
Selain kebijakan tersebut, untuk meningkatkan kepercayaan dan melindungi investor pasar modal, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 65/POJK.04/2020 tentang Pengembalian Keuntungan Tidak Sah (Disgorgement) dan Dana Kompensasi Kerugian Investor (Disgorgement Fund) di bidang pasar modal.
Ketentuan ini bertujuan untuk meningkatkan hak-hak investor yang dirugikan akibat adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dengan cara memberikan perintah tertulis kepada pelaku pelanggaran untuk mengembalikan sejumlah keuntungan yang diperoleh/kerugian yang dihindari secara tidak sah/melawan hukum.
Kemudian OJK juga telah menetapkan Keputusan Nomor KEP-69/D.04/2020 tentang penetapan batasan paling tinggi pembayaran ganti rugi untuk setiap pemodal dan setiap kustodian dengan menggunakan dana perlindungan pemodal. Keputusan ini mengatur ketentuan peningkatan besaran batasan paling tinggi pembayaran ganti rugi untuk setiap pemodal dan setiap kustodian dengan menggunakan dana perlindungan pemodal yakni:
- Batas maksimal ganti rugi per pemodal naik dari Rp 100 juta per pemodal menjadi Rp 200 juta per pemodal.
- Batas maksimal ganti rugi per kustodian naik dari Rp 50 miliar per kustodian menjadi Rp 100 miliar per kustodian.
OJK akan terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan.
OJK berkomitmen kuat untuk mendukung program percepatan pemulihan ekonomi nasional dan siap mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. (**).