Pengelolaan Seni Budaya di Lampung Carut Marut

MEDIAPUBLIKA.com – Forum Peduli Pemajuan Kebudayaan Lampung (FPPKL) melakukan aksi Menggugat Malfungsi Birokrasi Kebudayaan Lampung.

Menurut Koordinator Forum Peduli Pemajuan Kebudayaan Lampung (FPPKL) Alexander Gebe mengatakan, Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan langkah-langkah tepat dan strategis bagi kebudayaan daerah & nasional, melalui UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Pemerintah daerah wajib melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) No. 87 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 5 tahun 2017, yang wajib Namun, melihat banyaknya oleh Pemerintah Daerah. Namun, melihat banyaknya ketidakjelasan pengelolaan program & anggaran di ranah kebudayaan di Lampung, kami menilai Disdikbud Prov. Lampung & Taman Budaya Lampung (TBL) tidak mengindahkan aturan tersebut.

“Satu dari sekian banyak problem & carut-marutnya pengelolaan seni-budaya
di Lampung adalah apa yang sedang terjadi di TBL: TBL telah melakukan komersialisasi/pungutan liar (pungli) kepada pelaku seni di Lampung dalam hal penggunaan fasilitas gedung pertunjukan,” kata Alexander GB saat melaksanakan aksi, di depan Disdikbud Provinsi Lampung, Rabu (1/12).

Hal ini yang kemudian, lanjutnya, menjadi sorotan bagi FPPKL (Forum Peduli Pemajuan Kebudayaan Lampung). FPPKL merupakan forum yang berisikan para pegiat seni maupun pemerhati seni di Lampung yang salah satu fungsinya adalah mengadvokasi serta memperjuangkan agar pengelolaan anggaran dan program budaya lebih jelas, lebih transparan, dan lebih berpihak pada kemaslahatan pelaku seni (masyarakat) seluas-luasnya.

“TBL adalah ruang kreatif milik masyarakat menggunakan uang rakyat. Oleh karena itu,  TBL harus berpihak kepada pelaku seni, harus menjadikan pelaku seni sebagai mitra sejajar. TBL sebagai lembaga yang mengatasnamakan “budaya”, wajib menerapkan budaya Lampung (Sakai Sambayan, Nengah nyappur, Nemui Nyimah) kepada seluruh lembaga/kelompok seni, sehingga tidak ada yang merasa di anakemaskan atau di anaktirikan,” kata dia.

Ia menambahkan, pembiaran yang terjadi selama ini di TBL, membuktikan tidak ada ekosistem seni budaya yang sehat dan waras di Lampung. Apa yang terjadi di TBL hanya satu dari sekian banyak problem dan carut marutnya pengelolaan Seni Budaya di Lampung. Dari hulu sampai hilir, dari ekosistem, regulasi, sampai implementasi program.

Sementara itu, Kepala dinas Pendidikan Kebudayaan Provinsi Lampung, Sulpakar menyebutkan, membantah adanya biaya sewa yang berlaku di UPT Taman Kebudayaan. Dia menyebutkan, biaya sewa gedung di UPT Kebudayaan tersebut diatur dalam pergub.

“Bukan pungli. Itu biaya sewa gedung itu diatur dalam pergub,” singkatnya.

Menyikapi berbagai problem tersebut, maka kami FPPKL menuntut:

1. Penghapusan retribusi sewa fasilitas gedung pertunjukan di TBL bagi seluruh pelaku seni di Lampung.

2. Transparansi seluruh anggaran seni-budaya yang ada di TBL & Disdikbud.

3. Setiap tahunnya TBL& Disdikbud harus mengadakan program hibah/fasilitasi/kompetitif untuk lembaga/komunitas/seniman yang aktif di Lampung.

4. Pemerintah Daerah harus mengupayakan alokasi dana CSR bagi Keglatan seni-budaya yang dilakukan komunitas seni/seniman di Lampung.

5. Semua tuntutan tersebut wajib masuk dalam peraturan daerah (perda) atau peraturan Gubernur (pergub) Provinsi Lampung. (Tim/MP).