MEDIAPUBLIKA.com – Proyeksi pendapatan dari penjualan aset untuk menopang belanja pemerintah daerah dalam APBD Perubahan Kota Bandar Lampung dinilai tidak realistis dan dikhawatirkan menambah utang pada akhir tahun anggaran.
Ilham Alawi, Anggota DPRD Kota Bandar Lampung saat melakukan interupsi di sidang paripurna dengan agenda pengesahan KUA-PPAS APBD Perubahan, menyesalkan karena 71 persen proyeksi pendapatan itu sebagian besar hanya mengandalkan dari penjualan aset. Karena dari total proyeksi pendapatan sebesar Rp517 miliar, sebanyak 385 miliar lebih mengandalkan penjualan asset.
Legislator Gerindra berpendapat, dalam waktu singkat yakni kurun waktu tiga bulan tidak mampu direalisasikan oleh Pemkot justru akan berakibat dengan bertambahnya hutang pada akhir tahun anggaran.
“Kami mengkhawatirkan dalam waktu yang sangat singkat ini selama tiga bulan, tidak dapat terealisasi hingga akan berdampak kepada bertambahnya kewajiban utang pada akhir tahun anggaran. Agar belanja pemerintah daerah dilaksanakan dengan menerapkan skala prioritas yang bermuara kepada terwujudnya kesejahteraan masyarakat Kota Bandar Lampung,” tegasnya, Selasa (05/9/23).
Selain itu sambung Ilham, proyeksi pendapatan dari penjualan aset itu tidak dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 326 Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.
“Penjualan aset berupa tanah dan bangunan harus didahului dengan adanya penilaian yang dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 173/PMK.06/2020,” urainya.
Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya dan penilai pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik yang telah mengalami perubahan dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 56/PMK.01/2017 serta perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 229/PMK.01/2019 tentang Penilai Publik, disebutkan bahwa penilai publik adalah penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa,” jelasnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 331 Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 sambung Ilham, penjualan aset berupa tanah dan bangunan serta aset lain yang bernilai di atas 5 Milyar rupiah harus mendapatkan persetujuan DPRD.
“Proyeksi pendapatan dari penjualan aset yang terdapat dalam KUA PPAS APBD Perubahan Kota Bandar Lampung 2023 ini tidak berdasarkan aturan yang ada. Nilainya tidak berdasarkan nilai oleh tim penilai yang kompeten, belum mendapatkan persetujuan dewan, dan dalam waktu penjualan yang terbatas, nantinya akan menambah beban utang pada akhir tahun anggaran,” tandasnya. (*).