MEDIAPUBLIKA.com – Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Rumah Sakit (RS) Graha Husada dan juga Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, di ruang rapat Komisi setempat, Selasa (15/12/20).
Rapat tersebut bertujuan untuk menindak-lanjuti dugaan RS Graha Husada yang meminta tagihan sebesar Rp22 juta, dan memaksa pihak keluarga jenazah menanda-tangani surat bermaterai yang berisi pertanyaan Covid-19. Meskipun hasil pemeriksaan swab belum diketahui.
“Sebetulnya tidak ada kesalahan dalam hal ini. Kenapa dia disodorkan tata laksana dan tagihan Rp22 juta karena pihak RS meyakini berdasarkan Peraturan Kemenkes Revisi 5, pasien tersebut sudah memenuhi unsur jika dia terpapar Covid-19,” kata Deni.
Deni menambahkan, pihak rumah sakit sudah melakukan hal yang sewajarnya dilakukan. Namun, yang perlu diperbaiki di lapangan ialah komunikasi antara pihak rumah sakit dan pihak keluarga yang masih minim pemahaman tentang Covid-19.
“Ini hanya miss komunikasi saja. Harusnya pihak keluarga dan rumah sakit bisa menyelesaikan permasalahan dengan kekeluargaan,” terang Deni.
Deni berharap, agar kesalahan serupa tidak terulang kembali. Serta menghindari penolakan pemakaman jenazah secara protokol kesehatan.
“Rumah sakit yang berkoordinasi dengan tim gugus tugas harus bekerja lebih ekstra dalam mempercepat hasil pemeriksaan spesimen swab pasien terindikasi Covid-19,” tutupnya. (MP).