MEDIAPUBLIKA.com – Badan Hukum & Pengamanan Partai (BHPP) DPD Partai Demokrat Lampung menilai adanya disenting opinion yang dilakukan majelis hakim yang memeriksa perkara aquo sengketa internal Partai Demokrat terkait gugatan Raden Muhammad Ismail terhadap Ketua DPD Edi Irawan Arief, beberapa waktu lalu.
Hal ini disampaikan Tim BHPP DPD Demokrat Lampung Ali Akbar SH MH bahwa pihaknya menilai adanya ketidak kompakan Majelis Hakim. Ketidak kompakan tersebut terutama mengenai kompetensi absolut yang telah pihaknya ajukan dalam eksepsi pada persidangan sebelumnya.
“Kami dari tim kuasa hukum ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung, sebagai Tergugat dalam perkara Perdata Nomor : 188/Pdt.G/2022/PN.Tjk. menilai adanya disenting opinion yang dilakukan oleh majelis hakim yang memeriksa perkara aquo yang di lakukan secara terbuka di dalam ruang sidang. Majelis terlihat gamang, menurut hukum acara perdata, seharusnya apabila ada eksepsi kewenangan absolut atau relatif maka Majelis harus membuat putusan sela sebelum agenda sidang masuk ke tahap pembuktian,” terang Ali Akbar, Jumat (11/11/22).
Namun, lanjut dia, saat ini agenda sidang sudah masuk ke tahap pembuktian dengan alasan bahwa perkara tersebut bukan menyangkut kompetensi absolut, dikarenakan kewenangan Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang merupakan salah satu dari 4 pilar badan peradilan.
“Seperti telah kami sampaikan dalam eksepsi kami, bahwa kami menilai perkara yang sedang di periksa adalah menyangkut masalah sengketa internal partai politik. Menurut UU PARPOL, masalah internal partai harus diselesaikan dahulu oleh Mahkamah partai,” ucapnya.
Yakni, kata dia, dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Jo Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, dalam pasal 32 ayat (2) menyatakan bahwa: penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik.6 Sesuai Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, setiap partai mempunyai mahkamah partai atau sebutan lain sesuai AD dan ART partai tersebut.
“Hal ini diperkuat oleh AD/ART partai Demokrat bahwa DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Partai demokrat memiliki kewenangan untuk memutuskan pergantian kader partai yang di tugaskan menjadi pimpinan DPRD, bahwa DPD (Dewan Pimpinan Daerah) berhak untuk mengusulkan Pergantian tersebut kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP),” terangnya.
Lanjut Ali, penggugat mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke Pengadilan Tinggi Tanjungkarang, sebagai kader partai politik yang tidak puas dengan keputusan Partainya. “Jadi jelas, sengketa ini bukan sengketa perorangan, ini adalah sengketa internal partai yg harus diselesaikan terlebih dahulu di Mahkamah Partai,” tegasnya.
Ketua Majelis Hakim saat sidang perdana perkara ini menyampaikan dalam sidang bahwa ini merupakan sengketa internal partai politik maka tidak di tunjuk hakim mediasi di karenakan perkara tersebut harus selesai dalam waktu 60 hari. “Kami melihat bahwa yang dimaksud oleh ketua majelis hakim dengan melanjutkan perkara dengan agenda pembuktian itu dapat kami maknai bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah putusan sela yang dibacakan secara lisan, dan tentu itu tidak lazim dalam hukum acara persidangan,” ujarnya.
Seharusnya, tambah dia, putusan itu apapun bentuknya harus tertulis dan ada nomor putusannya dan dibacakan secara khusus dalam agenda putusan sela. “Untuk itu kami meminta kepada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang untuk mensupervisi perkara ini agar tetap sesuai dengan Hukum Acara dan ketentuan hukum yang ada, dan kami juga akan berkoordinasi dengan dan meminta kepada Komisi Yudisial (KY) agar terlibat aktif dan memantau jalannya persidangan ini, demi tercapainya keadilan,” pungkas Ali. (*).