MEDIAPUBLIKA.com – Transparansi dalam pengelolaan anggaran pemerintah, terutama terkait publikasi, menjadi sorotan utama dalam pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto.
Alokasi anggaran yang adil bagi media massa yang profesional dan berlisensi resmi harus diutamakan untuk menjaga kredibilitas dan menghindari penyalahgunaan anggaran yang sering terjadi.
Media yang menjalankan fungsi kontrol sosial memiliki peran vital dalam mendorong akuntabilitas pemerintah. Namun, praktik diskriminasi dalam alokasi anggaran publikasi oleh pemerintah daerah masih sering terjadi.
Banyak media profesional, meskipun memenuhi syarat hukum, kerap kali diabaikan dalam pembagian anggaran, terutama di tingkat daerah.
Menurut Darmawan, S.H., M.H., Ketua DPD PWRI Provinsi Lampung, tidak boleh ada lagi diskriminasi dalam alokasi anggaran. “Semua media, terutama yang profesional dan sesuai aturan, harus mendapat porsi yang adil,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa media memiliki peran strategis dalam menentukan maju mundurnya sebuah negara/Daerah melalui transparansi informasi.
“Media/Pers sebagai pilar keempat Demokrasi di Indonesia, mempunyai peran yang sangat strategis dalam menentukan maju mundurnya sebuah negara ataupun Daerah,” tegas Darmawan.
Presiden Prabowo Subianto, dalam pidato perdananya, juga menegaskan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi, termasuk dalam hal pengelolaan anggaran negara.
“Kita harus memastikan bahwa setiap rupiah anggaran negara digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir orang,” ujar Prabowo.
Pernyataan ini menyoroti betapa pentingnya mengarahkan dana publik untuk mendukung sektor-sektor yang dapat menjaga transparansi, salah satunya melalui media massa.
Kasus Penyalahgunaan Anggaran: Data dan Fakta
Penyalahgunaan anggaran di Indonesia terus menjadi masalah besar. Data dari Indonesian Corruption Watch (ICW) menunjukkan, pada 2021 terdapat 133 kasus korupsi yang melibatkan penyalahgunaan anggaran.
Modus yang sering ditemukan meliputi proyek fiktif, pemotongan dana, serta penggelapan. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp29,4 triliun.
Dalam rentang tahun 2018 hingga 2023, lebih dari 61 kepala daerah terlibat kasus korupsi terkait pengelolaan anggaran, baik dalam proyek pengadaan barang/jasa maupun penggunaan dana hibah. Mereka sering memanipulasi proses anggaran untuk keuntungan pribadi atau kelompok, yang akhirnya merugikan pelayanan publik dan pembangunan daerah.
Pandangan Hukum: Pasal yang Mengatur
Dalam konteks hukum, pelanggaran terkait penyalahgunaan anggaran dapat dikenakan pasal-pasal pidana dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 2 dan Pasal 3 UU tersebut mengatur sanksi bagi siapa pun yang dengan sengaja merugikan keuangan negara atau perekonomian negara melalui korupsi, termasuk penyalahgunaan anggaran. Hukuman maksimal untuk pelanggaran ini adalah penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
Upaya Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Anggaran.
Dalam menghadapi korupsi anggaran, dibutuhkan reformasi struktural dan pengawasan ketat oleh lembaga penegak hukum. Transparansi dalam alokasi dan penggunaan anggaran menjadi kunci dalam pemberantasan korupsi.
Pemerintah diharapkan memperketat sistem audit dan menerapkan teknologi digital untuk memantau setiap tahap penggunaan anggaran.
Langkah tegas ini sesuai dengan komitmen Presiden Prabowo yang menekankan pentingnya integritas dalam pengelolaan keuangan negara.
Dengan dukungan media yang profesional dan independen, diharapkan penyalahgunaan anggaran dapat diminimalisir, serta pemerintah dapat bekerja lebih transparan demi kesejahteraan rakyat. (*).