UMKM Thasya Berhasil Tumbuh dan Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19

EKONOMI2 Dilihat

MEDIAPUBLIKA.com – Para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Provinsi Lampung saat ini sedang berusaha untuk tumbuh dan bertahan di masa pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum usai.

Salah satu UMKM yang terdampak atau sedang berjuang ditengah pandemi Covid-19 yakni Ibu Nur Aini pelaku UMKM Thasya Busana Binaan KPw Bank Indonesia Provinsi Lampung yang saat ini bergerak di bidang pengrajin batik khas Lampung.

Produk-produk UMKM yang sudah dihasilkan Ibu Nur Aini saat ini sudah banyak diminati oleh masyarakat seperti masker batik, pouch tapis, handbag, peci tapis, sarung bantal kursi tapis, dan taplak meja batik.

Salah satu masker tapis hasil produksi UMKM Thasya (Fashion n Homedecor) Etnik Lampung, foto: Cholik Dermawan, (28/8/2021).

“Thasya Busana itu ketika di masa pandemi dalam waktu tiga bulan itu masih mengamati, setelah tiga bulan baru merencanakan strategi apa, lalu produk apa yang akan kita angkat. Sementara Tasya Busana itu produksinya produk yang kita usungkan adalah etnik syar’i yang biasa dipakai untuk event-event, sedangkan di masa pandemi event satupun tidak ada. Otomatis mempengaruhi sekali dengan produk Thasya Busana itu tidak laku,” kata Nur Aini saat memberi keterangan kepada mediapublika.com, Sabtu (28/8/2021).

Setelah tiga bulan, lanjutnya, kita akhirnya beradaptasi dengan situasi kondisi yang terjadi hari ini, akhirnya Thasya Busana mengambil langkah untuk produksi masker tapis, yang mana Alhamdulilah kita juga membuat jaringan reseller dan kita pun bisa mempekerjakan kembali para penjahit, kita juga merekrut penjahit-penjahit yang tadinya mereka bisa produksi tetapi tidak bisa produksi di masa pandemi, malah ada tadinya bukan timnya Thasya Busana kita tarik juga.

“Karena pada saat itu masker tapis itu mencapai 5000 pic setiap bulan dan sangat banyak diminati oleh masyarakat, karena orang butuh fashion tetapi juga butuh sehat,” kata dia.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya kita tidak bisa bertahan hanya di masker saja, tiga bulan sebelum penurunan di masker kita sudah mengulik produk yang disukai oleh orang lagi selain masker, setelah masker kita mengeluarkan konektor masker, kemudian setelah konektor masker akhirnya kita mengambil keputusan Thasya Busana tidak bisa lagi di pertahankan dengan ada busananya saja dia harus ada home decor.

“Di masa pandemi ini kami harus beradaptasi, dimana brand kami yang sudah lima tahun dengan nama Thasya Busana dan harus lapang dada dengan atas nama Thasya (Fashion n Homedecor) Etnik Lampung,” ucap Nur Aini.

Lalu, kami mengulik produk yang bisa diterima orang yang banyak diam di rumah saja, agar rumahnya keliatan cantik. Akhirnya kami merambah ke home decor, tidak mungkin kami membuat Thasya Busana tetapi didalamnya itu tidak ada home decor.

“Hari ini Thasya bertahan, bertahan dalam arti kami punya pekerjaan rumah (PR) kembali apa lagi produk yang harus kami keluarkan yang dibutuhkan oleh market, dan akhirnya kami melihat hari ini untuk oleh-oleh atau pemberian dan yang bisa dipakai, akhirnya kami memproduksi pouch batik dan handbag. Dan Alhamdulillah dengan perjalanan waktu itupun banyak peminatnya,” ungkapnya.

Menurut Nur Aini, di masa pandemi Covid-19 saat ini orang itu ingin kalau seandainya produknya fashion tetap marketnya itu orang butuh baju tetapi jangan yang mahal-mahal. Sekarang ini bagaimana caranya kita memproduksi produk yang simple tetapi tidak terlalu rame tapisnya yang jumlahnya bisa kisaran Rp350 ribu.

“Kebetulan saya juga pernah belajar Ecoprint dari 2017 yang belum pernah saya praktekkan akhirnya saya juga harus dengan memaksakan diri harus produksi, tadinya bagi saya hanya sebagi refrensi ilmu saja dan yang penting saya tahu, tetapi ternyata juga banyak diminati. Konsumen saat ini mereka masih mau produk itu, tetapi yang bisa sesuai dengan kondisi hari ini karena yang utama itu yang penting bisa makan,” kata dia.

“Contohnya seperti kita ingin memberi kepada kawan atau kita lagi sedang diluar kota tadinya mau ngasih rompi atau baju, ini dengan pouch batik saja yang harganya cuma Rp60 ribu atau dengan sarung tissue yang harganya Rp15 ribu sudah bisa banyak yang bisa kita kasih, dan sudah keliatan mewah kemudian tidak meninggalkan etniknya juga,” tutupnya. (Olik)