Oleh: Dr Eng Ir IB Ilham Malik IPM – Kepala Pusat Riset dan Inovasi Metropolitan, Institut Teknologi Sumatera (ITERA).
MEDIAPUBLIKA.com – Ada fenomena menarik di arus balik mudik di Pelabuhan Bakauheni. Di sana, di Pelabuhan Bakauheni, tidak ada persoalan akut penumpukan kendaraan seperti yang dialami oleh Pelabuhan Merak. Kemacetan ribuan kendaraan yang melanda hingga ber jam-jam di Pelabuhan Merak, semula memunculkan kekhawatiran bahwa akan terjadi juga di Pelabuhan Bakauheni. Tetapi hingga malam ini (8/5/22, Pukul 21.00) kita tidak melihat ada persoalan semacam itu terjadi di Bakauheni. Lalu, apa yang terjadi di sana sehingga arus balik dari Sumatera menuju Jawa bisa berjalan baik?
Sebelumnya saya memperkirakan ada dua penyebab utamanya.
1. Kapasitas antrian kendaraan di Pelabuhan Bakauheni lebih besar dari Merak. Sehingga tidak ada kendaraan mengantri mengular hingga ke jalan tol dan arteri. Tetapi hipotesis ini ternyata tidak terbukti karena menurut laporan bahwa tidak ada antrian besar di dalam kawasan pelabuhan dan apalagi antrian yang mengular, di sana. Beberapa video media dan juga dari masyarakat tidak menginformasikan hal itu. Kapal mampu mengangkut semua kendaraan yang datang dan semua berjalan biasa saja.
2. Ada distribusi kendaraan ke Pelabuhan Panjang. Sehingga beban angkut di Pelabuhan Bakauheni menjadi terbantu signifikan dengan beroperasinya angkutan kapal di Pelabuhan Panjang. Tetapi hipotesis ini kembali tidak terbukti karena ternyata jumlah kendaraan dan penumpang yang terangkut melalui Pelabuhan Panjang sama sekali tidak signifikan jika dibandingkan dengan beban yang dialami oleh Pelabuhan Bakauheni.
Data yang dikeluarkan oleh ASDP pun memberikan gambaran bahwa ternyata beban puncak penyeberangan telah terjadi di Bakauheni yang angkanya di atas angka beban puncak Pelabuhan Merak. Jika beban puncak di Merak mencapai 37692 unit kendaraan (29 April 2022), di Pelabuhan Bakauheni lebih tinggi dari itu yaitu 38945 unit kendaraan (7 Mei 2022).
Lalu apa yang terjadi di sana? Ada yang mengatakan bahwa kemacetan itu tidak terjadi, karena ada distribusi hari perjalanan mudik sejalan dengan adanya kebijakan relaksasi hari kerja bagi PNS dan juga lembaga pendidikan. Tetapi jika kita lihat data, beban puncak di Bakauheni sudah terjadi pada 7 Mei 2022. Dan angkanya itu sudah melebihi angka beban puncak di Pelabuhan Merak. Maka dugaan ini juga menjadi tidak terbukti. Adanya kebijakan relaksasi hari kerja dan sekolah sama sekali tidak berpengaruh pada angka arus balik di penyeberangan Selat Sunda. Hal yang sama dengan adanya distribusi perjalanan melalui Pelabuhan Panjang. Meskipun hal ini “membantu”, tetapi angkanya sama sekali tidak signifikan jika dibandingkan dengan volume yang dilayani oleh Pelabuhan Bakauheni.
Saya menduga, kebijakan jajaran Polda Lampung bersama aparat terkait yang melakukan kebijakan “delay system” memberikan pengaruh besar pada kelancaran arus mudik di ruas jalan tol, arteri dan di Pelabuhan Bakauheni. Polda Lampung menyampaikan bahwa mereka menjadikan semua rest area aktif di sepanjang ruas jalan tol di Lampung yang mengarah ke Bakauheni sebagai tempat penampungan sementara kendaraan yang akan menuju ke Jawa.
Pengendara “dipaksa” mampir untuk beristirahat disana. Lalu di tiga rest area yang terdekat dengan Pelabuhan Bakauheni, semua kendaraan diperiksa, apakah sudah memiliki tiket yang terakses ke ferizy ataukah belum. Pemeriksaan ini akhirnya membuat arus kendaraan tertunda dan “mengantri” di rest area. Tidak semuanya mengalir bersamaan ke Bakauheni dan kemudian nantinya bisa menyebabkan ribuan kendaraan menumpuk disana. Terjadi pengendalian volume kendaraan yang akan masuk ke Bakauheni melalui penundaan dan “antrian” di setiap rest area yang sudah ditetapkan oleh aparat kepolisian dan jajaran terkait lainnya.
Pendekatan pengendalian volume kendaraan yang mengalir ke Pelabuhan Bakauheni ini merupakan pendekatan menarik dan sangat layak di apresiasi. Saya kira hipotesis ketiga ini yaitu penerapan “sistem penundaan arus” ke Bakauheni melalui setiap rest area di tol Lampung merupakan hipotesis yang paling masuk akal untuk memberikan justifikasi soal kenapa Pelabuhan Bakauheni tidak mengalami persoalan seperti yang dialami pemudik di Pelabuhan Merak.
Saya kira, aparat kepolisian di Lampung dan jajaran mengambil pelajaran penting dari kejadian di Merak. Pihak Polda Lampung, Dishub dan HK sebagai pengelola jalan tol Lampung, telah mengambil terobosan kebijakan penanganan masalah arus balik dengan sangat apik. Kita tidak menemukan masalah di Bakauheni. Bahkan perhatian kita semua, selama arus balik ini, tertumpuk dan tertuju di kebijakan oneway di Tol Trans Jawa yang mengakibatkan persoalan besar di lalu lintas di jalan arteri. Sayangnya, belum ada terobosan dan pendekatan baru untuk penanganan masalah tersebut.
Pendekatan baru dalam setiap persoalan transportasi memang sangat dibutuhkan. Berbagai kebijakan penanganan masalah memang juga harus terus dibuat dan digali dari fenomena dan data yang ada. Pendekatan penanganan berupa sistem penundaan arus seperti yang diterapkan Polda Lampung dan jajaran pengelola transportasi mudik, merupakan bagian dari kebijakan penanganan masalah yang berhasil membawa pengaruh signifikan di lapangan. Begitu juga dengan kebijakan contra flow, oneway, gage (ganjil genap), relaksasi WFH dan himbauan penundaan mudik, adalah rangkaian kebijakan untuk mengurai masalah transportasi di masa mudik.
Sayangnya, untuk konteks mudik di jalan tol, arteri jawa dan Pelabuhan Merak, kebijakan tersebut ternyata tidak ampuh. Bahkan menimbulkan masalah baru. Begitulah kebijakan transportasi, harus mampu memahami travel bahavior, distribusi perjalanan dan pengendalian VCR. Termasuk filosofi four step models. Secara teknis, skill dan teknologi semua sudah ada. Tapi permainan logika dalam implementasinya memang membutuhkan keluasan sudut pandang.
Dan apa yang terjadi di penyeberangan melalui Pelabuhan Bakauheni, dengan kelancaran arus balik mudik disana, membawa kita pada pendekatan baru yang bisa dijalankan secara praksis di lapangan dengan menjalankan logika dan prinsip-prinsip teoritis transportasi tadi. Tidak terjebak hanya pada kemampuan prediksi dan teknologi semata. Sebab itu hanya tool, pengumpul dan pengolah data semata. Kebijakan tetap ada didalam logika regulator.