MEDIAPUBLIKA.com – Universitas Lampung telah menyelenggarakan Pemilihan Raya Mahasiswa (Pemira). Pemira ini diselenggarakan untuk memilih Ketua BEM dan Wakil Ketua BEM Universitas Lampung. Pemira ini diikuti oleh dua pasangan calon, yaitu Ahsanul Khotam dan Zaid Aiman A.G. sebagai Paslon Nomor Urut 1 serta Bani Safi’I dan Alvin Rahmat Dani sebagai Paslon Nomor Urut 2.
Proses pencoblosan dilakukan secara serentak di setiap fakultas. Namun dalam pelaksanaannya, ditemukan berbagai kecurangan yang dilakukan oleh Panitia Pemira (Panra). Diantaranya adalah tidak diperkenankannya saksi dari masing-masing calon untuk menyaksikan proses pencoblosan, hingga ditemukan berbagai kejanggalan yang terindikasi penggelembungan suara oleh Panitia Pemira. Indikasi penggelembungan suara ini terjadi di lima fakultas, yaitu FH, FISIP, FEB, FT, dan FKIP.
Dugaan penggelembungan suara tersebut lahir atas tidak sesuainya jumlah suara yang masuk dengan mahasiswa yang hadir untuk mencoblos. Hal ini secara sederhana dapat dilihat pada hasil perolehan suara yang dirilis oleh Panra di masing-masing TPS, seperti di FKIP yang jumlah suaranya mencapai 2000 lebih, jumlah suara di FT yang mencapai 1500 suara, jumlah suara di FH mencapai 600 suara masuk, padahal jumlah mahasiswa yang hadir ke TPS di tiga fakultas tersebut diperkirakan tidak mencapai 500 orang.
Selain itu, Panra di lima fakultas tersebut juga tidak memberikan transparansi mengenai jumlah pemilih yang hadir untuk memberikan hak suaranya.
“Pemira yang harusnya menjadi momen sakral 1 tahun sekali tercoreng karena ulah panitia yang tidak professional dan tidak berintegritas. Banyak sekali kejanggalan yang dapat dilihat secara langsung seperti saksi yang tidak diperkenankan menyaksikan secara langsung, ditambah lagi miris bahwa hasil penghitungan suara yang ada sangat tidak sinkron dengan pemilih yang hadir dibeberapa TPS, jelas dan nyata ini penggelembungan suara.” ucap Wahyu Romadhon selaku tim sukses 01, Jumat (22/12).
Praktik penggelembungan suara tersebut dapat dikategorikan sebagai politik praktis yang tidak selayaknya dilakukan oleh mahasiswa. Hal ini tentu mencederai nilai-nilai demokrasi kampus dan dapat menurunkan partisipasi mahasiswa dalam berdemokrasi di kemudian hari. Untuk itu, sudah sepatutnya praktik politik praktis seperti ini dijadikan perhatian dan pembelajaran bagi seluruh elemen kampus utamanya para birokrat untuk dapat menindak tegas para pelaku.
“Kami menolak hasil Pemira, karena jelas tidak fair dan merugikan salah satu pihak, maka kami akan terus berjuang meraih keadilan. Dan sebagai pihak yang dirugikan, kami menuntut kepada Panra dan WR 3 untuk menyelenggarakan Pemira ulang di lima fakultas yang terjadi penggelembungan suara,” ucap Ahsanul Khotam selaku calon ketua BEM U KBM Unila 2024. (*).