MEDIAPUBLIKA.com – Forum Suara Masyarakat Lampung Cinta Kebenaran mengumpulkan tanda tangan Masyarakat Lampung dengan cara melakukan Petisi Online lewat portal Change.Org
Tanda tangan yang terkumpul akan digunakan untuk melakukan Class Action terhadap kebijakan pemerintah provinsi Lampung terkait Surat Edaran (SE) Gubernur Lampung mengenai himbauan pelarangan pelaksanaan ibadah shalat Ied di lapangan atau di masjid pada 1 Syawal 1442 H.
Ustadz Royan selaku Humas dari Forum Suara Masyarakat Lampung Cinta Kebenaran mengabarkan bahwa sejak digulirkannya Petisi Online di hari Selasa pagi tanggal 4 Mei 2021, sampai tadi malam jam 22:30 WIB telah terkumpul 200 tanda tangan dukungan dari banyak lapisan masyarakat Lampung yang peduli akan persoalan ini, mulai dari masyarakat biasa, para Ulama, pengacara, tokoh masyarakat, pimpinan ormas, pengasuh pondok pesantren, para ustadz & ustadzah, wakil rakyat di DPRD Lampung dan lain-lainnya.
Ustadz Royan mengajak masyarakat Lampung yang masih berkeinginan ikut serta tanda tangan petisi online masih bisa dilakukan dengan cara klik tautan Link berikut ini : http://chng.it/zXv7wWpJ
Menurut Gunawan Pharrikesit, mengapa akhirnya bergulir petisi, karena mengacu dari adanya Surat Edaran (SE) Gubernur Lampung, tanggal 14 April 2021, yang kemudian dibatalkan melalui SE tanggal 29 April 2021.
Perlu diketahui bahwa Surat Edaran (SE) 29 April 2021 ini lahir berdasarkan kesepakatan bersama Forkopimda pada tanggal 26 April 2021, yang didalamnya terdapat konsideran: Pelaksanaan Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal 1442 H tidak dilakukan di lapangan atau di rumah ibadah. Disini memiliki makna: LARANGAN
Sementara untuk di ayat (5), angka dua romawi (II) pada SE tanggal 29 April 2021, terdapat konsideran yang menyatakan meralat Surat Edaran tanggal 14 April 2021.
Masyarakat yang tergabung dalam Suara Masyarakat Lampung Cinta Kebenaran hanya ingin kejelasan, bukan mencari-cari kesalahan. Selanjutnya in syaa Allah akan ditempuh langkah elegan dan konstitusional, dengan tetap mengindahkan perasaan semua pihak terutama Umat Islam.
Semua ini juga merujuk dari adanya informasi bahwa tempat hiburan dan wisata dibuat kesepakatan untuk tetap dibuka saat hari raya Iedul Fitri tersebut. Berilah masyarakat rasa nyaman dan tidak diskriminatif.
“Secara logika dan penyesuaian fakta yang ada di seluruh belahan dunia ini, tempat wisata justru berpotensi lebih tinggi menyebarkan penularan virus covid-19, dibandingkan rumah ibadah. Terlebih lagi perbandingannya dengan sholat Ied berjamaah di lapangan atau di masjid yang waktunya tidak lama dan lebih memungkinkan untuk dikontrol dengan menggunakan protokol kesehatan,” ungkap Gunawan Pharrikesit, yang juga seorang advokat.
Untuk itulah, menurut aktivis dan pemerhati sosial ini, masyarakat berhak mengajukan gugatan. Hal tersebut sesuai dengan PERMA RI No.1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Lebih lanjut ia mengatakan, kami rakyat lampung, menyadari selama ini pemerintahan provinsi Lampung berupaya memutus mata rantai penularan virus covid-19. Sehingga ketika Surat Edaran (SE) tanggal 29 April 2021 keluar (sekaligus meralat SE 14 April 2021), kami tetap diam meski kecewa dan hati merasa tidak nyaman.
Namun keterkejutan muncul ketika justru lahir kesepakatan antara pemerintah provinsi Lampung dengan para pengusaha untuk dibukanya destinasi wisata, pada hari yang sama (perayaan hari raya): yaitu ditiadakannya sholat Ied.
“Karenanya kami berharap ada kebijakan dari pemerintah daerah provinsi Lampung, untuk mengkaji kembali SE tanggal 29 April 2021 tersebut. Bukankan banyak komponen masyarakat yang menginginkan hal tersebut, baik dari masyarakat umumnya, para ulama dan pengasuh pondok pesantren, bahkan dari kalangan anggota DPRD provinsi Lampung,” (Royan).