MEDIAPUBLIKA.com – Tekanan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada November 2020 mereda yaitu sebesar 0,12% (mtm), lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,21% (mtm), dan rata-rata inflasi November dalam 3 (tiga) tahun terakhir sebesar 0,19% (mtm). Senin (7/12/20).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Lampung Budiharto mengatakan, Pencapaian tersebut juga lebih rendah dibandingkan inflasi Nasional dan Sumatera yang masing-masing tercatat sebesar 0,28% (mtm) dan 0,33% (mtm). Namun demikian, secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat sebesar 1,73% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan inflasi Nasional dan Sumatera yaitu sebesar 1,59% (yoy) dan 1,49% (yoy).
Secara spasial, dibandingkan 90 kota perhitungan inflasi nasional, inflasi Kota Bandar Lampung dan Kota Metro pada bulan November 2020 tergolong moderat dan masing-masing menempati urutan ke-78 dan ke-27.
“Dilihat dari sumbernya, tekanan inflasi pada bulan November 2020 didorong oleh peningkatan tekanan harga pada sub kelompok makanan dengan andil 0,08% (mtm). Adapun beberapa komoditas penyumbang inflasi terbesar antara lain telur ayam ras, angkutan udara, bawang merah, cabai rawit, dan cabai merah dengan andil masing-masing sebesar 0,06%, 0,05%, 0,04%, 0,03% dan 0,03%,” jelas Budiharto.
Meningkatnya tekanan inflasi pada kelompok makanan khususnya komoditas telur ayam ras disebabkan oleh berkurangnya pasokan pasca pemberlakuan program stabilisasi harga pada September 2020. Harga bawang merah juga naik seiring masuknya musim penghujan yang menyebabkan aktivitas panen di sentra produksi menjadi tidak optimal.
“Meningkatnya curah hujan juga menyebabkan terjadinya gagal panen komoditas cabai rawit dan cabai merah, selain adanya serangan hama di sejumlah sentra produksi. Selain komoditas bahan makanan, komoditas angkutan udara juga mengalami kenaikan seiring upaya maskapai melakukan normalisasi harga secara bertahap menjelang libur akhir tahun,” katanya.
Meski demikian, inflasi yang lebih tinggi pada periode November 2020 tertahan oleh deflasi yang terjadi pada sebagian komoditas di antaranya beras, ikan kembung, jeruk, popok bayi, dan jagung manis dengan andil masing-masing sebesar -0,08%, -0,03%, -0,02%, -0,01% dan -0,01%.
Budiharto menambahkan, Penurunan harga beras sejalan dengan meningkatnya pasokan memasuki periode panen gadu. Sementara itu, harga ikan kembung mengalami penurunan akibat berkurangnya permintaan.
Di sisi lain, penurunan harga jeruk disebabkan oleh meningkatnya pasokan seiring panen di beberapa daerah. Dampak turunnya permintaan terhadap harga juga terjadi pada komoditas jagung manis. Di sisi lain, harga popok bayi sekali pakai menurun dipengaruhi oleh adanya potongan harga dari distributor.
“Nilai Tukar Petani (NTP) November 2020 tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan NTP ini terjadi seiring dengan kenaikan harga beberapa komoditas subsektor tanaman pangan, beberapa jenis sayuran dan buah, kelapa, kakao, karet, kelapa sawit, beberapa jenis ternak dan unggas, dan beberapa jenis ikan budidaya yang mendorong peningkatan penerimaan petani (1,41%; mtm),” lanjutnya.
Menurut Budiharto, IHK perdesaan relatif terjaga pada level 0,24% (mtm) sehingga kenaikan biaya yang dikeluarkan oleh petani relatif rendah (0,24%; mtm). Dengan demikian, NTP November 2020 tercatat naik sebesar 1,17% (mtm) dari 94,74 menjadi 95,85. Kenaikan NTP terjadi pada hampir semua subsektor, kecuali perikanan tangkap.
Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap rendah pada batas bawah sasaran 3±1%. Hal ini sejalan dengan permintaan masyarakat yang belum sekuat kondisi sebelumnya, meskipun telah memasuki periode adaptasi kebiasaan baru. Komitmen pemerintah untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi selama masa pandemi COVID-19 juga turut mengurangi tekanan inflasi.
Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu dimitigasi, antara lain: Pertama, berlanjutnya kenaikan harga cabai merah dan cabai rawit seiring kurang optimalnya produksi pada musim penghujan.
Kedua, belanjutnya kenaikan harga minyak goreng yang disebabkan oleh kenaikan harga CPO secara nasional akibat produksi yang menurun baik di Indonesia dan Malaysia.
Ketiga, secara umum penurunan harga yang terjadi pada beberapa komoditas akibat lemahnya permintaan perlu diantisipasi karena dapat mendorong dilakukannya pengurangan produksi. Lebih lanjut, hal ini dapat berimplikasi pada risiko meningkatnya tekanan inflasi seiring berkurangnya pasokan pada periode mendatang.
Dalam rangka mengantisipasi beberapa risiko tersebut, diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi yang konkrit terutama untuk menjaga inflasi yang tetap rendah dan stabil, yakni: Pertama, memastikan keterjangkauan harga, dengan cara melakukan pemantauan harga harian dan perbandingan harga dengan daerah lain, salah satunya melalui aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (https://hargapangan.id/), untuk melihat perkembangan harga yang terjadi dan melakukan intervensi kebijakan yang diperlukan.
Selain itu, perlu dilakukan upaya penyerapan komoditas yang mengalami deflasi cukup dalam melalui penyerapan oleh industri pengolah makanan atau pengolahan produk turunan dengan memberdayakan kelompok masyarakat.
“Kedua, memastikan ketersediaan pasokan pada periode adaptasi kebiasaan baru. Aktivitas masyarakat yang meningkat secara bertahap diperkirakan dapat menaikkan permintaan. Kondisi ini perlu diwaspadai dengan memastikan ketersediaan pasokan agar tidak meningkatkan tekanan kenaikan harga,” ucapnya.
Untuk itu, TPID Provinsi/Kabupaten/Kota perlu meningkatkan intensitas koordinasi, salah satunya melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) dalam hal pemenuhan komoditas pangan strategis menghadapi risiko kenaikan harga.
“Kota Bandar Lampung sebagai wilayah yang memiliki kontribusi besar pada inflasi Provinsi Lampung perlu mengupayakan KAD, khususnya untuk komoditas-komoditas utama penyumbang inflasi,” tambahnya.
Lebih lanjut, MoU tentang Kerjasama dalam rangka Peningkatan Perekonomian Daerah oleh 10 Gubernur di Sumatera pada tahun 2020 dapat menjadi dasar untuk penguatan Kerjasama Antar Daerah dalam pemenuhan pasokan bahan makanan di wilayah Sumatera.
“Pengawalan dalam pemberian bantuan sosial bagi kelompok masyarakat yang rentan terdampak COVID-19 juga perlu ditingkatkan, tidak hanya dari sisi daftar penerima bantuan melainkan juga mekanisme penyaluran dan ketersediaan pasokan komoditasnya agar tidak mendorong kenaikan harga,” katanya.
Sementara itu, implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB), selain dapat meningkatkan kesejahteraan petani, tentunya dapat mendukung upaya peningkatkan produktivitas pertanian dan ketersediaan pasokan yang berdampak pada stabilitas harga.
Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui TPID dan Satgas Pangan dengan cara melakukan koordinasi untuk memastikan kembali kecukupan pasokan dan kelancaran akses distribusi bahan pokok.
Selain untuk menjaga stabilitas harga, kelancaran distribusi dapat memudahkan petani memasarkan produk dan mendapatkan harga yang wajar.
“Keempat, meningkatkan komunikasi efektif terkait ketersediaan pasokan, rencana pemenuhan pasokan, dan himbauan untuk berbelanja secara bijak yang perlu disampaikan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga ekspektasi positif bagi masyarakat dan menjaga stabilitas harga,” tutupnya. (**).