MEDIAPUBLIKA.com – Setelah melewati beberapa proses persidangan, akhirnya PTUN Bandarlampung memutus Niet Onvantkelijk verklaard (NO) atau tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Untuk perkara No. 39/G/2021/PTUN BL tentang gugatan HGU PT HIM oleh masyarakat adat 5 (lima) keturunan Bandardewa. Kamis (9/12).
Menanggapi putusan PTUN Bandarlampung tersebut, kuasa hukum masyarakat 5 keturunan Bandardewa akan mengajukan banding.
“Pada intinya kami keberatan dengan putusan PTUN karena apa yang sudah kami dalilkan telah kami buktikan,” kata ketua lapangan tim kuasa hukum masyarakat 5 keturunan Bandardewa Okta Virnando SH MH, Kamis (9/12).
“Dan dalam pertimbangan hakim, majelis hakim menyatakan bahwa gugatan kami ini telah lewat waktu dari upaya-upaya administrasi yang telah dilalui, sedangkan waktu upaya administrasi telah kami upayakan sesuai dengan undang-undang. Ya itu tidak jadi masalah karena perbedaan pendapat itu hal biasa. Kami akan ada upaya banding terkait pertimbangan majelis hakim tentang lewat waktunya gugatan kami,” sambung Okta.
Kendati begitu, pengacara dari kantor hukum Justice Warrior kota Metro mengatakan jika pihaknya akan terlebih dahulu berkoordinasi dengan para principal.
“Tapi kami juga akan berkoordinasi dengan para principal yaitu anggota keluarga lima keturunan. Yang jelas kami dari kuasa hukum menginginkan itu, kami akan banding,” tegas Okta.
Masih menurut Okta, terkait dengan putusan PTUN Bandarlampung. Putusan dalam perkara ini NO artinya tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Seri. Lantaran dari putusan NO ini ada syarat-syarat yang kurang terpenuhi.
“Salah satunya pertimbangan hakim terkait dengan tenggang waktu mengajukan gugatan,” tuturnya.
Disisi lain, kuasa ahli waris 5 keturunan Bandardewa Ir Achmad Sobrie MSi menghormati dan memberikan apresiasi PTUN Bandarlampung atas putusan Niet Otvanrelijke verklaard terhadap gugatan mereka, hari ini.
“Menyikapi putusan majelis hakim, meskipun yang menyatakan Niet Otvanrelijke verklaard (NO) atas perkara No 39/G/2021/PTUN.BL, kami apresiasi dan upaya hukum akan kami lanjutkan dengan banding,” tutur Sobrie, Kamis (9/12).
Berlandaskan analisa kami, lanjut mantan tenaga ahli Pemkab Lampung Tengah itu, terhadap duplik tergugat I (BPN) yang telah disampaikan kepada majelis hakim dalam surat tanggal 21 Oktober 2021 secara online dan telah menjadi fakta persidangan.
Maka kami meminta kepada pihak Polda Lampung untuk segera menahan direktur PT HIM dan oknum aparat/pejabat BPN, Pemkab Tulangbawang (dalam menjegal ukur ulang HGU pada tahun 2008 dan 2009) dan oknum aparat/pejabat Pemkab Tuba barat, Dinas Perkebunan Provinsi Lampung dan Kanwil BPN Provinsi Lampung yang telah memberikan rekomendasi perpanjangan HGU pada masa transisi pemerintahan (karena adanya Pemekaran Kabupaten Tulangbawang), lalu perpanjangan HGU No 16 tahun 1989, dengan terbitnya keputusan kepala BPN RI No 35/HGU/BPN RI/ tanggal 14 Mei 2013 yang diinisiasi PT HIM.
“Laporan pengaduan Mafia Tanah tersebut secara resmi telah kami sampaikan kepada Polda Lampung, Kejaksaan Tinggi Lampung dan KPK pada tanggal 2 Desember 2021 sesuai dengan semangat Instruksi Kapolri untuk memberantas Mafia Tanah menindaklanjuti perintah Presiden RI,” rincinya.
Sobrie kembali melanjutkan, “Hari Sabtu 11 Desember 2001, kami akan rapat/konsolidasi 5 keturunan untuk menentukan langkah-langkah taktis untuk menguasai dan mengambil alih lahan kami beralaskan hak Soerat Keterangan Hak Kekoeasaan Tanah Hoekoem Adat Kampoeng Bandardewa No 79 tahun 1922 yang terdaftar pada Marga Tegamoan, dan Kantor Pertanahan Kabupaten Tulang Bawang tanggal 13 Maret 2006”.
“Serta akan berkordinasi dengan pihak kepolisian setempat untuk membantu pengamanan lahan seluas 1.470 ha Pal 133-139,” pungkas dia.
Seperti diketahui, kasus sengketa lahan 5 keturunan Bandardewa dengan PT HIM sudah berlangsung selama 40 tahun.
Kasus yang menjadi sorotan puluhan media massa mainstream cetak, elektronik dan online tersebut telah dibawa ke PTUN Bandarlampung dengan putusan NO hari ini.
Indikasi adanya mafia tanah dalam perkara ini juga sudah dilaporkan ke aparat penegak hukum, diantaranya Polda Lampung dan Kejaksaan Tinggi Lampung dengan tembusan ke Presiden, Kapolri dan KPK. (fn1)