MEDIAPUBLIKA.com – Anggota DPD RI dapil Lampung KH. Ir. Abdul Hakim, MM dialog dan penyerapan Aspirasi Masyarakat dan daerah dalam Reses di Provinsi Lampung, di Warkop Waw Palapa, Bandar Lampung, Minggu malam (20/12/20).
KH. Ir. Abdul Hakim, M.M terpilih menjadi anggota DPD/MPR RI pada pemilu tahun 2019 dan dilantik pada tanggal 1 Oktober 2019. di DPD RI, dia menempati posisi sebagai anggota komite IV yang membidangi APBN, perimbangan keuangan pusat dan daerah, BPK, lembaga keuangan, pajak, koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah.
Selain itu, dia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) dan Anggota Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) DPD RI.
Sudah 1 tahun lebih sejak dilantik sebagai Senator Lampung, Saya menjalankan tugas dan kewajiban sebagai wakil rakyat dan daerah Lampung di pusat.
“Selama menjalankan Reses di Provinsi Lampung saya akan melaporkan kepada rakyat beberapa hasil kerja yang telah dijalankan,” jelas Abdul Hakim kepada awak media, di Warkop Waw Palapa, Bandar Lampung, Minggu malam (20/12/20).
Dalam 1 tahun menjalankan tugas sebagai anggota DPD RI, saya terus membangun komunikasi, koordinasi dan kerjasama dengan seluruh pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah daerah provinsi Lampung, jajaran OPD, dan mitra komite di provinsi Lampung untuk memperjuangkan kepentingan dan program pembangunan di provinsi Lampung.
“Memperjuangkan UMKM naik kelas pada tahun 2017, UKM mampu berkontribusi sebesar 60% PDB. Walaupun demikian, perlu diperhatikan bahwa jumlah UKM ini adalah 99.99% dari seluruh badan usaha yang ada di Indonesia, dengan serapan tenaga kerja mencapai 97%. Dari jumlah yang hanya 0.01% dengan tenaga kerja tidak sampai 3%, usaha besar mampu mencetak kontribusi PDB sebesar 40%,” ucap Abdul Hakim.
Artinya UKM dengan jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang dominan masih memiliki produktifitas yang rendah dibanding usaha besar. Dalam RPJMN 2015-2019 (Perpres nomor 2 tahun 2015), disebutkan bahwa UMKM saat ini belum menunjukkan kapasitas mereka sebagai pelaku usaha yang kuat dan berdaya saing. Populasi UMKM masih di dominasi oleh usaha mikro (98,8 persen) dan memiliki aset dan produktivitas yang rendah.
“Kondisi ini berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi UMKM diantaranya keterbatasan kapasitas kewirausahaan, manajemen dan teknis, keterbatasan akses ke pembiayaan, keterbatasan kapasitas inovasi, adopsi teknologi dan penerapan standar, aturan dan kebijakan yang ada belum efektif memberikan kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha bagi UMKM,” lanjutnya.
Dalam Renstra Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2015-2019 disebutkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh UMKM saat ini berkaitan dengan kualitas SDM yang rendah, peran sistem pendukung yang kurang optimal, dan kebijakan dan peraturan yang kurang efektif.
“Sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran dan potensi strategis, maka UMKM harus terus diberdayakan untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan,” tambahnya.
Menurut Abdul Hakim, Pemberdayaan tersebut perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya.
“Pada akhir Desember 2019, Menurut data Dinas Koperasi dan UMKM, jumlah UMKM yang ada di Provinsi Lampung sebanyak 168.938 unit dengan rincian yang bergerak di bidang Kuliner 335 unit, Fashion 81 unit, Pendidikan 356 unit, Otomotif 3.329 unit, Agrobisnis 301 unit, Teknologi Internet 6.594 unit dan lain lainnya 157.922 unit,” katanya.
Melalui pengawasan pelaksanaan UU No 20 tahun 2008 tentang UMKM, Saya mendorong untuk terbitnya kebijakan baru tentang UMKM yang sudah ada sejak 2008 yang tidak dapat menjadi payung terhadap percepatan dunia usaha khusunya UMKM di era digital.
Selain itu, dukungan pengembangan SDM, akses permodalan, manajemen usaha, kemudahan perizinan, perlindungan usaha dan akses pasar harus senantiasa dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah.
“Unit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor yang terdampak cukup hebat akibat pandemi covid-19 di Indonesia. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) RI menyebutkan bahwa hal ini disebabkan karena usaha UKM bersifat harian dan banyak mengandalkan interaksi langsung, sehingga adanya pembatasan PSBB dan social distancing tentu saja membuat permintaan turun drastis,” lanjutnya.
Peran pelaku UMKM untuk tetap menjaga pertumbuhan UMKM ditengah wabah Covid-19 menjadi sangat penting.
Untuk itu, Pemerintah telah menyiapkan lima skema besar dalam program perlindungan dan pemulihan ekonomi bagi UMKM terdampak virus Covid-19. Yakni :
1. skema kesatu diberikan kepada pelaku usaha UMKM dengan kategori miskin dan kelompok rentan terdampak corona. Kelompok ini harus dipastikan masuk sebagai penerima bantuan sosial, baik untuk PKH, paket sembako, bansos tunai, BLT desa, maupun pembebasan pengurangan tarif listrik dan Kartu Prakerja.
2. skema kedua berupa insenif perpajakan yakni penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final untuk pelaku UMKM yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun, dari 0,5% menjadi 0% berlaku untuk 6 bulan, dimulai dari April 2020 sampai September 2020.
3. skema ketiga berupa relaksasi dan restrukturasi kredit UMKM, baik melalui penundaan angsuran maupun subdisi bunga penerima KUR, UMi, PNM Mekaar, dan kredit dari Pegadaian, Untuk diketahui, saat ini ada sekitar 6,4 juta UMKM yang tercatat sebagai debitur penerima KUR, UMi, PNM Mekaar dan 10,6 juta UMKM sebagai debitur di Pegadaian.
4. skema keempat, menunda angsuran dan subsidi bunga bagi usaha mikro yang menerima kredit dari LPDB dan perluasan pembiayaan bagi UMKM berupa stimulus bantuan modal kerja.
5. skema kelima, Pemerintah meminta agar kementerian, lembaga, BUMN, dan pemerintah daerah turut menjadi penyokong ekosistem usaha UMKM, terutama pada tahap awal pemulihan.
Skema kebijakan stimulus tersebut diperkuat lagi dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.11/POJK.03/2020, yang antara lain, mencantumkan bahwa restrukturisasi kredit atau pembiayaan dilakukan terhadap kredit atau pembiayaan yang diberikan sebelum maupun setelah debitur terkena dampak penyebaran covid-19, termasuk debitur UMKM.
Bagi debitur KUR eksisting yang terkena dampak Covid- 19, mereka akan diberikan relaksasi ketentuan restrukturisasi KUR dengan kebijakan perpanjangan jangka waktu KUR, dan/atau kebijakan penambahan limit plafon KUR (khususnya bagi debitur KUR Kecil dan KUR Mikro non Produksi).
“DPD RI mendorong pemerintah untuk memastikan berbagai kebijakan dan stimulus ekonomi kepada UMKM dapat dilakukan dengan tepat sasaran,” tutupnya. (MP).