MEDIAPUBLIKA.com – Mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Polri Irjen Pol (Purn) Johny M Samosir mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negri Jakarta Selatan. Ini setelah, munculnya fakta-fakta adanya kriminalisasi.
Melalui Kuasa hukumnya, Gunawan Raka and Partners, Irjen Pol (Purn) Johny M Samosir mengatakan bahwa perkara yang tengah dihadapinya adalah suatu bentuk kriminalisasi atas perkara yang tidak dilakukannya.
Permohonan praperadilan tentang sah atau tidaknya penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Irjen Pol (Purn) Johny M Samosir tersebut telah diterima Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada tanggal 18 April 2022 dengan nomor register 28/Pid.Pra/2022/PN.Jakarta Selatan.
Pemohon diduga melakukan pelanggaran pasal 372 KUHP berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/1063/XII/2019/Bareskrim tertanggal 26 Desember 2019.
Selanjutnya muncul surat perintah penyidikan Nomor: Sp.Sidik/784.2a/I/2012/Dittipidum tanggal 30 Juni 2020.
Selanjutnya Surat Perintah Penyidikan Lanjutan Nomor: Sp.Sidik/42.2a/l/2021/Dittipidum, tanggal 11 Januari 2021 dan surat Ketetapan Tersangka Nomor: S.Tap./17/lV/2A21/Dittipidum tanggal 8 April 2021.
Tindakan termohon memproses laporan tersebut di atas adalah tindakan balas dendam Terlapor karena terlibat dalam persekongkolan jahat sebagaimana laporan di Polda Sulawesi Tenggara yang teregistrasi dalam Laporan Polisi Nomor: LP/281/Vl/2019/SPKT Polda Sultra.
Laporan tersebut tertanggal 20 Juni 2019. Ini berkaitan dengan terjadinya dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan atau penggelapan hak atas tanah dalam perseroan terbatas.
Kasus ini juga memunculkan dugaan tindak pidana di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHPidana atau pasal 374 KUHPidana dan pasal 385 ayat (1) KUHP Jo pasal 102 ayat (1) UU Rl nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Berdasarkan hasil pengumpulan alat bukti, petunjuk dan saksi, diketahui telah terjadi Penggelapan atas aset-aset dan Keuangan PT. Konawe Putra Propertindo (PT. KPP) oleh tersangka Huang Zuo Chao dan diduga ada keterlibatan pihak-pihak Iain.
Maka, atas penyelidikan tersebut telah ditetapkan 3 tersangka atas nama:
- Huang Zuo chao dengan Surat Ketetapan nomor : S.Tap/18/X/2019 Dit Reskrimsus tanggal 1O Oktober 2019 dan telah terbit Red Notice lnterpol Control Nomor : A-12595/12-2019.
-
Wang Bao Guang dengan Surat Penetapan Tersangka nomor : S.Tap/01/I/2020/Dit Reskrimsus tanggal 29 Januari 2020 dan telah terbit Red Notice lnterpol Control Nomor: A-4645/5-2020.
-
Chen Chao Jing dengan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/04/lV/2020/ Dit Reskrimsus tanggal 7 April 2020.
Bahwa Laporan Polisi Pemohon Nomor: LP/281/VI/2019/SPKT tanggal 20 Juni 2019 telah dilimpahkan penangannya ke Bareskrim Polri sebagaimana tertuang dalam surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-8 Nomor: B/82/X/2020 Ditreskrimsus tertanggal 16 Oktober 2020.
Laporan tersebut pada intinya menyampaikan, telah dilimpahkannya penanganan atas Laporan Polisi tersebut ke Direktorat Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri.
Ternyata, dari hasil Penyidikan mengarah adanya persekongkolan jahat yang dilakukan oleh Para Terlapor dalam Nomor: LP/281/VI/2O19/SPKT tanggal 20 Juni 2O19 yaitu PT. Virtue Dragon Nickel Industry (PT. VDNI) yang saat ini menjadi Pelapor.
Justru PT. VDNI untuk menghindari tanggung jawabnya justru melaporkan pemohon ke Bareskrim Polri sebagaimana tertuang dalam laporan Polisi Nomor: LP/B/1063/Xll/2019/Bareskrim tanggal 26 Desember 2019.
Saat ini dalam proses Penyidikan sebagaimana tertuang dalam surat Perintah Penyidikan Lanjutan No.SP.Sidik/47.2a/I/2021/Dittipidum tertanggal 11 Januari 2021.
Fakta tersebut menunjukan ketidakadilan dan ketidak profesionalan Polri dalam menyidik perkara di mana Laporan Nomor: LP/281/Vl/2019/SPKT Polda Sultra tertanggal 20 Juni 2019.
Seharusnya, ini diajukan dalam tahap penuntutan justru dihentikan tanpa alasan dan Laporan Polisi Nomor: LP/B/1O63/Xll/2019/Bareskrim tanggal 26 Desember 2019 terhadap pemohon yang tidak berdasar diproses.
Dan, dalam proses Penyidikan atas kedua laporan tersebut tercermin cara penyidikan tersebut tidak profesional.
Penyidik mempunyai kewenangan upaya paksa baik untuk melakukan pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
Tetapi, penyidik tidak menggunakan kewenangannya dalam laporan pelapor di Polda Sultra Nomor: LP/281/VI/2019/SPKT tanggal 20 Juni 2019.
Sebaliknya untuk nomor laporan : LP/B/1O63/Xll/2019/Bareskrim tanggal 26 Desember 2O19. Penyidik menggunakan segala upaya paksanya terhadap pemohon.
”Upaya Permohonan Praperadilan tersebut diperlukan sebagai upaya kontrol horizontal untuk menjamin agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan pada seseorang,” tandas Gunawan Raka.
Dengan demikian, sambung Gunawan, harus dipastikan bahwa proses penyidikan yang dimulai dari penyelidikan tidak melanggar hukum pidana formil dan benar-benar sah.
”Ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku serta dalam menetapkan seseorang sebagai Tersangka haruslah sangat diperhatikan agar tidak menyimpang dari aturan yang semestinya,” terangnya.
Ditambahkan Gunawan, penetapan tersangka juga harus dianggap tidak sah menurut hukum dan harus dibatalkan.
Karena perkara dimaksud masih dalam proses perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sebagaimana teregistrasi dalam perkara Nomor: 209/Pdt.G/2021/PN. Jakarta Utara perkara sedang dalam proses pemeriksaan.
”Klien kami ditetapkan sebagai tersangka karena kedudukannya selaku Direktur utama PT. Konawe Putra Propertindo, padahal klien kami baru menjabat sebagai anggota Direksi pada tanggal 28 Maret 2018,” papar Gunawan Raka. (*)