Diduga Penipuan dan Penggelapan Bisnis Perumahan, Oknum Bhayangkari Jadi Tersangka

Hukum59 Dilihat

MEDIAPUBLIKA.com – Oknum anggota Bhayangkari Polairud Polres Lampung Selatan, Yunita Prastiana (45), dan rekannya Siti Sadiah (36) menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan bisnis perumahan.

Perkara dengan bukti laporan polisi Nomor: LP/B/220/VII/2020/LPG/Polresta Bandar Lampung, tanggal 25 Januari 2020 itu hingga kini masih dalam penyidikan di Satreskrim Polresta Bandar Lampung.

Yunita Prastiana, warga Jalan Asrama Blok A Kalianda, Lampung Selatan ditetapkan tersangka sejak tanggal 10 Agustus 2023 lalu, sementara rekannya Siti Sadiah, warga Jalan Ikan Baung, Teluk Betung, Bandar Lampung, ditetapkan tersangka lebih dulu sejak tanggal 24 Oktober 2022 lalu. Dengan surat penetapan tersangka Nomor: S.TAP/63/X/2022/Reskrim 24 Oktober 2022.

Keduanya menjadi tersangka dalam kasus dugaan penipuan penggelapan dalam pasal 378 KUHPidana dan atau pasal 372 KUHPidana. Tertuang dalam surat perintah penyidikan Nomor: Sp.Sidik/88/III/2022 Reskrim tanggal 21 Maret 2022, dan Surat Perintah penyidikan Lanjutan Nomor: Sp.Sidik/88.a/XII/2022/Reskrim Tanggal 30 Desember 2022. Kemudian SPDP Nomor: SPDP/81/III/2022/Reskrim tanggal 25 Maret 2022, ditambah SPDP Nomor: SPDP/1661/XII/2022/Reskrim Tanggal 30 Desember 2022.

Korban Ahri Budiono (43), Warga Perum Karangsari, Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung, didampingi kerabat dan kuasa hukumnya, mengatakan kasusnya bermula, dirinya membeli sebidang tanah sekitar 1999 M2 di Jalan Pulau Singkep, Sukabumi, Bandar Lampung dan memulai bisnis perumahan, dengan nama PT Adhi Mega Perdana.

Lalu, Ahri memiliki seorang staf freelance yang dipercaya untuk mengurus administrasi dan promosi bernama Siti Sadiah. “Kami percaya dan banyak memberikan kepercayaan kepada Siti Sadiah, yang notabene adalah sahabat istri saya. Jadi banyak surat-surat perusahaan termasuk surat surat lahan dipercaya mengurusnya,” kata Ahri, di kantor Redaksi sinarlampung.co, Selasa, 30 Juli 2024 malam.

Lalu mulailah pembangunan perumahan subsidi bernama Rupi Perdana Residen total ada 18 konsumen. Para konsumen membayar uang muka, yang kemudian dibelikan material membangun perumahan, termasuk pelunasan beli tanah. Namun saat akan proses akad kredit di Bank, ternyata menurut Siti Sadiah, karena perusahaan baru dianggap prematur dan sulit untuk mendapatkan akad kredit perumahan.

Kemudian tiba tiba Siti menawarkan pinjam nama perusahaan milik Yunita Parstiana bernama PT Ikhsan Cahaya Langgeng, yang katanya sudah bekerjasama dengan Bank. “Karena percaya, maka kami buat kesepakatan lisan, kami memberikan Fee Rp2,5 juta per unit perumahan. Setelah sepakat, ditengah perjalanan. Yunita menyampaikan bahwa syarat di Bank harus atas nama salah satu pengurus PT yang digunakan. Lalu kami diminta membuat Akte Jual Beli atas nama Yunita Prastiana dengan pihak penjual lokasi tanah, katanya hanya sekedar untuk syarat, termasuk sertifikat tanah,” kata Ahri.

Namun, setelah berjalan satu bulan, tidak ada satupun akad kredit yang diproses sesuai kesepakatan. Karena curiga, Ahri menemui Yunita, dan lebih kaget lagi Sertifikat Lahan sudah dibalik nama atas nama Yunita. Karena itu Ahri meminta kembali sertifikat agar dikembalikan ke atas nama semula, dan membatalkan perjanjian yang dibuat lisan itu.

“Namun Yunita justru tidak mau ditemui, dan tidak dapat dihubungi. Justru saya ditemui Komisaris PT Ikhsan Cahaya Langgeng, yaitu suaminya, yang ternyata anggota Polri. Karena berlarut-larut, dan saya dituntut oleh para konsumen. Kami melapor ke Polres. Namu tak lama saya juga dilaporkan konsumen ke Polda dan harus dipenjara 2,5 tahun, karena dianggap menipu,” katanya.

Jadi kata Ahri, intinya lahan perumahan miliknya itu akan diambil alih, dengan dasar akte jual beli. Bahkan dalam prosesnya, banyak dokumen-dokumen yang menggunakan tanda tangan palsu, atau memalsukan tanda tangan Ahri, termasuk para pemilik lahan. “Karena itu kami melaporkan staf kami Siti Sadiah, dan Yunita ke Polisi. Sudah ditetapkan tersangka sejak tahun 2022 dan 2023 lalu. Tapi sampai sekarang, prosesnya masih menggantung. Berkasnya bolak balik P19 dari jaksa,” katanya.

Ahri berharap kasusnya dapat di proses sesuai hukum yang berlaku. Hingga ada keadilan. “Bayangkan mas, saya dipenjara saat anak umur 10 bulan. Saya keluar sudah umur tiga tahun lebih. Untuk dia ingat saya bapaknya. Padahal salah apa yang saya buat. Lahan saya beli, Perusahaan bikin sendiri. Salah kami tak tahu hukum, atau apa karena kami orang bodoh, dan tak punya bekingan. Saya lapor lebih dulu, tiba tiba ada konsumen laporan di Polda, saya duluan masuk penjara,” katanya. (Red).