MEDIAPUBLIKA.com – Seiring Kenaikan Inflasi di Provinsi Lampung, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Korwil Lampung mendorong Pemerintah, khususnya Pejabat (PJ) Gubernur Lampung, Samsudin menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) sebesar 7,8 % pada tahun 2025.
Hal ini disampaikan saat menggelar rapat dan diskusi membahas kenaikan UMP UMK, di sekretariat KSBSI Lampung, Sabtu (12/10/2024).
Hadir dalam rapat dan diskusi mengenai kenaikan UMP Lampung dan UMK Kabupaten/kota se-Lampung, Korwil KSBSI Lampung Ponijan beserta pengurus, Korda FSB NIKUEBA Vikran beserta pengurus, Federasi Hukatan, Federasi Sai Bumi, Federasi Kickers dan tamu undangan lainnya.
Rapat ini dilaksanakan guna mencari kesepakatan rekomendasi dan usulan atas UMP Lampung dan UMK Kabupaten/kota se-Lampung tahun 2025. Agar dibawa saat rapat bersama jajaran pemerintah daerah lampung sebelum penetapan kenaikan UMP dan UMK diumumkan oleh Pj. Gubernur Lampung paling lambat 21 November 2024 yang akan datang.
Penetapan UMP kali ini akan menjadi yang pertama di bawah pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang akan sah ditetapkan jadi Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2024 nanti.
Korwil KSBSI Lampung, Ponijan menjelaskan, Kami telah mengadakan rapat, dimana dalam rapat ini adalah untuk mengusulkan rekomendasi kepada Gubernur Lampung untuk UMP dan UMK Lampung tahun 2025 diusulkan naik 7,8%. Nominal tersebut merupakan hasil yang diperoleh dari formula menurut Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 dengan perhitungan antara Pertumbuhan Ekonomi Provinsi lampung dengan kenaikan inflasi 5,5 = 7,8% pada tahun 2025.
“Kami meminta pemerintah menaikkan Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) maupun Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 7,8% pada tahun 2025,” kata Ponijan.
“Inflasi dalam tiga tahun terakhir berada pada kisaran 2,3%, sementara pertumbuhan ekonomi mencapai 5,5%. Jika digabungkan, totalnya sekitar 7,8%. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan upah di lampung,” cetusnya.
Ponijan menuturkan, upah buruh yang berlaku tak membantu daya beli pekerja di Lampung. Dalam tiga tahun terakhir kenaikan upah minimum bahkan di bawah angka inflasi.
“Dalam beberapa tahun ini, kenaikan upah yang terjadi tidak menutup inflasi, sehingga daya beli buruh terus menurun. Ini artinya buruh nombok setiap bulan,” ujarnya.
Masih kata Ponijan, meski secara nominal upah mengalami kenaikan setiap tahun, kenyataannya upah riil buruh terus menurun. Dalam 10 tahun terakhir, upah riil buruh turun sekitar 30%. Upah riil adalah upah nominal yang disesuaikan dengan indeks harga konsumen. Kenaikan harga barang jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan upah nominal, sehingga buruh terus terbebani dan daya beli buruh merosot tajam.
”Karena KSBSI mendesak pemerintah mempertimbangkan kenaikan upah minimum sebesar 7,8% pada tahun 2025,” tegasnya.
“Ini adalah langkah untuk memulihkan daya beli buruh dan mengurangi disparitas upah antar daerah, yang pada akhirnya akan mendorong kesejahteraan pekerja di lampung,” katanya.
“Sudah saatnya pemerintah memperhatikan kondisi riil yang dihadapi oleh para pekerja. Kenaikan upah minimum ini adalah bentuk keadilan bagi buruh yang telah bekerja keras namun terus merasakan dampak dari inflasi dan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada mereka,” tutupnya.
Sementara itu, Korda FSB NIKEUBA Lampung, Vikran menuturkan, pertimbangan tuntutan Buruh karena formulanya tidak menggunakan PP 51/2023 sehingga kami mendesak pemerintah untuk UMP 2025 naik sebesar 7,8%.
“Sejak awal, PP 51/2023 ditolak oleh seluruh serikat buruh termasuk KSBSI. Dasar hukum dari PP Nomor 51 tersebut adalah Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, sehingga pemerintah seharusnya tidak menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023 dalam perhitungan upah minimum tahun 2025,” katanya.
Vikran menjelaskan, kenaikan upah minimum tahun 2025 sebesar 7,8% tersebut akan meningkatkan daya beli buruh sekitar 5%. Padahal, dalam 10 tahun terakhir, daya beli buruh turun sebesar 30%. Artinya, meski upah minimum tahun 2025 naik sebesar 7,8%, daya beli buruh tetap akan turun sekitar 22,2%.
”Buruh masih akan merasakan beban karena kenaikan upah tersebut telah termakan oleh kenaikan indeks harga konsumen,” sebutnya.
Vikran pun menuturkan bahwa akumulasi sejak pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu sampai sekarang, kenaikan upah kita hanya rata-rata sekitar 1% sampai 3% saja. Namun di satu sisi, kenaikan harga pangan dan kebutuhan dasar itu di atas 20%.
“Nah, karena itu kami minta kenaikan 7,8% untuk UMP tahun 2025,” tutupnya. (*)