Sadis! Akibat Penggusuran Itu Anak-anak Menjadi Trauma

MEDIAPUBLIKA.com – Langkah pemerintah Provinsi Lampung untuk mengeksekusi lahan yang ditempati sejumlah warga di Desa Way Hui, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan diduga membuat trauma para anak-anak korban penggusuran.

Karena mengetahui kediamannya sudah rata dengan tanah. “Saat itu, saya menggendong anak bungsu (Asa) saya sambil nangis melihat proses eksekusi tersebut,” kata Salah Satu Warga Adi Giwox, Kamis (22/4).

Saat kejadian, ayah tiga anak ini menjelaskan bahwa sedang bersama Asa yang merupakan anak bungsunya. Sementara anaknya yang lain sedang tidak berada di rumah.

Saat itu, ia mengakui bahwa anak pertamanya sedang minap di rumah neneknya yang berlokasi di Karang Anyar. Sementara anak keduanya sedang mengenyam pendidikan di pondok pesantren.

Sebagai seorang ayah, tentunya dirinya enggan memberi kabar tersebut kepada kedua buah hatinya. Karena khawatir membuat sedih kedua anaknya lantaran rumah yang biasa ditempatinya sudah dihancurkan oleh pemerintah provinsi Lampung.

“Saya tidak memberi kabar kepada anak pertama dan kedua. Anak pertama saya mengetahui kabar tersebut setelah mendapat informasi dari temannya lewat handphone. Setelah itu, anak saya langsung menelepon menanyakan keberadaan saya. Bapak dimana? Saya bilang di rumah, tidak tahunya anak saya langsung pulang kerumah setelah menelpon saya. Sesampainya di rumah, anak saya langsung menangis terus karena rumahnya sudah tidak ada lagi,” jelas dia.

Kemudian, Adi menambahkan, Saya juga tidak memberitahu anak kedua saya yang sedang sekolah di pondok. Tetapi lagi-lagi anak saya mengetahui kabar itu melalui teman dia (anak pak ustadz) yang tidak sengaja melewati rumahnya.

“Anak waktu itu anak pak ustadz lewat sini, kemudian cerita sama anakku. Sa daerah tempat kamu, rumahnya digusur. Mendengar itu, anak kedua saya nekat meminjam handphone kakak kelasnya untuk menghubungi saya,” ungkapnya.

Lalu, Anak kedua saya itu sampai siap dihukum untuk menanyakan kebenaran kabar itu. Pak, bapak dimana? Saya jawab bapak di rumah. Selanjutnya anak saya bilang, kata anaknya pak ustadz rumah daerah rumah kita digusur ya pak?.

“Mendengar itu, saya berbohong dengan mengatakan bahwa penggusuran itu ada di daerah ITERA. Saya tidak mau ngasih tahu kebenaran ceritanya. Karena saya tidak mau membuat anak saya sedih. Saat ini saya bingung harus ngomong apa, karena anak kedua saya bakal pulang tanggal mei nanti. Jadi saya enggak mau membuat dia syok,” ujarnya.

Sementara itu, anak bungsu saya seperti mengalami trauma dengan adanya eksekusi ini. “Sampai sekarang kalau lihat PNS seperti trauma, melihat satpol PP dan baju guru dia langsung menangis tiba tiba. Takut pak, adek takut pak. Terus saya jawab, kenapa nak? Itu kayak kemaren pak. Mendengar itu, saya langsung bilang tidak apa-apa nanti kita buat rumah lagi,” tutupnya. (**).