BPN Tubaba Tidak ada Ketegasan Terkait Perpanjangan HGU PT HIM

Hukum36 Dilihat

MEDIAPUBLIKA.com – Seakan cerminan buruk korporasi hitam di NKRI yang tidak patut ditiru, sebelum di PTUN-kan oleh keluarga besar Lima keturunan Bandar Dewa, terkait pemberitaan soal penolakan atas hak guna usaha (HGU) PT Huma Indah Mekar (HIM) Lampung. Ternyata PT HIM pernah menanggapi hal tersebut dengan mengirimkan pernyataannya kepada media online Kompas.com pada Jumat 13 Desember 2013, tidak mengklarifikasi secara langsung.

Mengutip kompas.com Jumat (13/12/2013), Dalam surat yang ditandatangani oleh direktur PT HIM (tanpa nama) merasa sertifikat HGU PT HIM telah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan seluruh prosedur perpanjangan itu dianggap dilakukan sesuai undang-undang yang berlaku.

Sertifikat HGU itu pun digadang menjadi bukti yang sah terhadap hak atas tanah. PT HIM merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan karet di wilayah Lampung.

Namun, pernyataan tersebut dibantah keras oleh keluarga besar lima keturunan Bandar Dewa melalui Juru bicara lima keturunan Achmad Sobrie. Bahkan menurut Sobrie, keluarga besar mereka merasa seperti dipermainkan setelah dalam kurun 40 tahun terakhir melakukan beberapa upaya penolakannya terhadap perpanjangan HGU PT HIM namun tidak juga mendapatkan ketegasan BPN Tulangbawang Barat (Tubaba).

Akhirnya keluarga Bandar Dewa resmi menggugat Kementerian Agraria dan BPN Tubaba, untuk membatalkan putusan perpanjangan HGU dari PT HIM di Tubaba ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung.

“Gugatan ini dilakukan lantaran PT HIM telah merampas tanah adat milik Lima keturunan bandar dewa sejak empat puluh tahun yang lalu,” terang Sobrie di area PTUN Bandar Lampung. Kamis (2/9/2021) lalu.

Menurut Sobrie, Permasalahan ini timbul sejak PT HIM mulai berdiri dilahan milik keluarga besar mereka. Dan pihaknya juga sudah mempermasalahkan penerbitan HGU itu.

“Namun sampai hari ini masih diperpanjang,” kata Sobrie.

Ahmad Sobrie melanjutkan, upaya yang telah pihaknya lakukan terhadap sengketa tanah seluas 1.470 Ha pal 133-139 Kampung Bandar Dewa yang terletak di kawasan Kantor Bupati Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, antara masyarakat lima Keturunan Bandar Dewa selaku pemilik tanah yang sah berdasarkan atas Hak Soerat Keterangan Hak Kekoeasaan Tanah Hoekoem Adat No:79/Kampung/1922, terdaftar pada kantor Persirah Marga Tegamoan tanggal 27 April 1936 dengan PT Huma Indah Mekar sejak awal akan berinvestasi tahun 1982/1983- sampai sejauh ini tidak pernah selesai.

“Komisi II DPR RI telah merekomendasikan agar HGU PT HIM diukur ulang di lapangan dengan dana yang telah diprogramkan dalam APBD kabupaten Tulangbawang TA 2008 sejumlah Rp 268 juta lebih dan diprogramkan kembali dalam TA 2009 namun tidak dilaksanakan oleh oknum-oknum aparat BPN atas konspirasi dengan PT HIM, diduga arealnya melebihi 11.000 Ha, padahal HGU cuma ijinkan 4.500 Ha,” rincinya.

Bahkan, tambah Sobrie, HGU No. 16/HGU/1989 tanggal 30 November 1983 yang proses penerbitannya dilakukan secara sewenang wenang, tanpa ganti rugi kepada ahli waris lima keturunan yang sedang dalam proses mediasi Komnas HAM, telah diperpanjang kembali secara rahasia (tanpa memperhatikan kesepakatan hasil rapat tanggal 23 April 2013 di Kantor Bupati Tulang Bawang Barat), dengan terbitnya Keputusan Kepala BPN RI tanggal 14 Mei 2013 No. 35/HGU/BPN RI/2013 dengan masa berlaku sampai tanggal 31 Desember 2044.

Kini setelah perpanjangan HGU PT HIM masuk ke meja PTUN, Perusahaan yang tercatat sebagai cabang dari PT Bakrie Sumatera Plantations, milik petinggi Partai Golkar Aburizal Bakrie ini harus mengadu seberapa kuat bukti-bukti yang mereka miliki sebagai hak alas tanah seperti yang mereka klaim selama ini dengan keluarga lima keturunan Bandar Dewa, masyarakat pribumi setempat.

Pemerintah harus cermat dalam memfasilitasi dan memastikan tidak akan ada upaya pengkerdilan kecerdasan bagi masyarakat lima keturunan Bandar Dewa yang mempertahankan haknya serta berkeinginan kuat menjadikan keputusan PTUN Bandar Lampung dalam kasus ini sebagai tolok ukur seberapa tingginya martabat kita sebagai sebuah bangsa. (Red)