MEDIAPUBLIKA.com – Langkah Kejati Lampung memeriksa serta menyita harta bekas Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi yang ditaksir mencapai Rp38 M lebih dan memeriksa bekas Bupati Pesawaran, Dendi Romadhona patut diapresiasi.
Aparat penegak hukum (APH) didesak untuk tidak berhenti pada pemeriksaan dan penggeledahan mantan kepala daerah, melainkan juga berani memeriksa bahkan memanggil kepala daerah yang masih aktif jika terdapat indikasi penyimpangan dan dugaan tindak pidana korupsi.
Ketua Lampung Corruption Watch (LCW), Juendi Leksa Utama, menilai bahwa penegakan hukum harus berjalan adil, transparan, dan tidak tebang pilih.
Menurutnya, langkah Kejaksaan Tinggi Lampung yang melakukan penggeledahan dan penyitaan aset mantan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dalam perkara dugaan korupsi Lembaga Ekonomi Bisnis (LEB) patut diapresiasi.
Namun, dia mengingatkan agar keberanian yang sama juga ditunjukkan dalam menangani kasus dugaan korupsi di bawah kepemimpinan kepala daerah aktif.
“Jangan sampai publik melihat bahwa penegakan hukum hanya diperuntukkan bagi bekas penguasa, tetapi tumpul ke yang aktif. Jika ada bukti permulaan yang cukup, maka APH harus berani memanggil dan memeriksa kepala daerah aktif,” tegas Juendi, Kamis (11/9).
Selain itu, LCW juga meminta agar perlakuan serupa diterapkan terhadap mantan Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona. Sebagai kepala daerah kala itu, Dendi dinilai bertanggung jawab terhadap proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Pesawaran yang kini tengah disorot aparat penegak hukum.
Bahkan, LCW menilai tidak menutup kemungkinan adanya dugaan tipikor di SKPD lain di lingkungan Pemkab Pesawaran yang patut diselidiki lebih jauh.
Dia menambahkan, dari seluruh perkembangan yang ada, publik membutuhkan kepastian hukum. Ia menilai, jangan hanya berhenti pada tahap penggeledahan, penyitaan, atau sekadar klarifikasi, tetapi segera tetapkan tersangka agar proses hukum berjalan jelas.
Hal ini bukan hanya penting bagi publik yang menunggu jawaban, melainkan juga bagi terlapor sendiri agar tidak terkatung-katung dalam ketidakpastian hukum.
“Prinsipnya, setiap rupiah uang rakyat yang disalahgunakan harus dipertanggungjawabkan. Jika tidak segera ada penetapan tersangka, publik akan bertanya-tanya: apakah hukum hanya berhenti di meja penyidikan?” ujarnya.
LCW menegaskan bahwa Lampung tidak boleh terus-menerus dicoreng dengan praktik korupsi yang melibatkan pejabat daerah.
Oleh karena itu, APH diminta untuk membuka lembaran baru dalam penegakan hukum dengan menindak tegas siapa pun pelakunya, baik mantan pejabat maupun pejabat yang masih aktif menjabat.
“Ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal kepercayaan publik terhadap negara. APH harus tunjukkan bahwa mereka berdiri bersama rakyat dalam melawan korupsi,” tutupnya. (*).