MEDIAPUBLIKA.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung melakukan penahanan kepada mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung Edi Yanto, dan dua tersangka lainnya yakni Imama (rekanan) dan Herlin Retnowati mantan
kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung.
Hal itu pasca Kejati Lampung menetapkan dua orang pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, dan seorang rekanan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan benih jagung tahun anggaran 2017. Kasus ini bermula dari bantuan Kementrian Pertanian (Kementan) untuk swasembada jagung tahun 2017.
“Kita lakukan penahanan terhadap 3 tersangka yang sudah ditetapkan, dan ditahan 21 hari kedepan, dikenakan pasal Pasal 2 ayat (1) Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai mana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001,” ujar salah satu seorang pejabat di Kejati Lampung.
Menurutnya, satu tahanan kota, dan dua tersangka lainnya langsung ditahan oleh Kejati Lampung.
“HR itu dilakukan penahanan kota, karena kondisinya sedang sakit (kanker),” kata dia.
Diketahui, sebelumnya dalam keterangan persnya, Kamis (25/3/2021), Kepala Kejati Lampung Hefinur mengatakan, kasus ini bermula dari kegiatan penyelidikan yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung dengan sumber awal dari LHP BPK terhadap kegiatan pemeriksaan Kementan pada program pemerintah untuk mewujudkan swasembada jagung di Indonesia.
“Hari ini penyidik sudah menetapkan tersangka dalam kegiatan penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan benih jagung,” jelas Hefinur, di Kejati Lampung, Rabu (23/6/2021).
Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara pengajuan proposal kepada Kementan secara elektronik pada tahun 2017. Untuk Provinsi Lampung, kata Hefinur, kegiatan tersebut mendapatkan alokasi anggaran berkisar Rp 140 miliar.
Berdasarkan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan, ia mengungkapkan, Kementan mensyaratkan agar uang itu dipergunakan atau dibelanjakan untuk benih varietas hibrida (pabrikan) sebanyak 60 persen dari nilai anggaran, dan benih varietas hibrida Balitbangda sebanyak 40 persen dari nilai anggaran.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menandatangani 12 kontrak dalam lima tahapan kegiatan sebanyak sembilan jenis benih varietas hibrida yang salah satunya jenis benih varietas Balitbang dengan merek BIMA 20 URI. Kemudian PPK menunjuk PT DAPI sebagai distributor yang ditunjuk PT ESA untuk Lampung.
Pelaksanaan kontrak dua kali dengan nilai Rp 15 miliar dialokasikan untuk 26 ribu hektare lahan tanam dengan jumlah benih 400 kg yang disebar di Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Selatan, dan Lampung Utara. Temuan BPK, dari kegiatan itu ada indikasi kerugian negara atas pekerjaan PT DAPI. Karena benih melebihi batas masa edar (kedaluarsa) dan benih tidak bersertifikasi senilai Rp 8 miliar. Nilai total kerugian negara masih dihitung BPK.
Penyidik Kejati Lampung telah melakukan pemeriksaan kepada 25 saksi dan mengamankan barang dan alat bukti dalam kegiatan tersebut. Di antaranya saksi, ahli, surat dan petunjuk kegiatan. Pada penyidikan kasus ini, terungkap PT DAPI tidak pernah mendapatkan dukungan dari produses jenis benih BIMA 20 URI, yang terjadi adalah proses pengadaan berupa jual beli antara PT DAPI dengan PT ESA.
Ketiga tersangka korupsi pengadaan benih jagung tersebut, terancam Pasal 2 ayat (1) Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai mana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. (TI).